Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Menimbang Dampak RPP Kesehatan terhadap Petani dan Pedagang Eceran

KOMPAS.com - Pemerintah melalui Kementerian Kesehatan (Kemenkes) tengah merancang draf atau Rancangan Peraturan Pemerintah turunan Undang-Undang (UU) Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan (RPP Kesehatan).

RPP Kesehatan memuat sejumlah ketentuan terkait pengendalian produksi, penjualan, serta pelarangan sponsorship dan iklan produk tembakau, dan lainnya.

Sebut saja, pembatasan iklan di media, pelarangan pemajangan dan materi promosi tempat penjualan, diversifikasi tanaman tembakau, serta perbesaran gambar peringatan kesehatan menjadi 90 persen.

Berbagai kalangan menilai, RPP tersebut dapat mengancam keberlangsungan Industri Hasil Tembakau (IHT).

Ketua Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Provinsi Nusa Tenggara Barat Sahminudin mengatakan, kelompok petani menolak aturan tembakau pada RPP Kesehatan tersebut. Menurutnya, RPP ini sangat merugikan mata pencaharian para petani tembakau di daerah.

“RPP Kesehatan hanya melihat masalah tembakau dan produk turunannya sebagai masalah kesehatan semata. Peraturan ini tidak memandang dampak IHT dari sudut pandang ekonomi, perdagangan dan sosial,” kata Sahminudin beberapa waktu lalu.

Lebih lanjut, ia memandang bahwa proses pembahasan RPP Kesehatan mengesampingkan dampak bagi tenaga kerja yang ada dalam ekosistem pertembakauan. Menurutnya, apabila pemerintah tetap melanjutkan RPP Kesehatan, sekitar 2,3 juta petani tembakau akan kehilangan sumber penghidupan yang layak.

“Diversifikasi atau pengalihan tanaman tembakau dapat memicu peningkatan impor tembakau. Hal ini akan melemahkan daya saing pertanian tembakau rakyat," katanya.

Sementara itu, Direktur Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat (P3M) Sarmidi Husna juga menyoroti aturan dalam RPP Kesehatan tersebut.

Ia menilai, beleid itu memiliki sejumlah aturan yang berpotensi merugikan petani tembakau dan pekerja di sektor pertembakauan.

“RPP Kesehatan berdampak besar bagi berbagai pihak, mulai dari petani sampai ke penjual rokok,” kata Sarmidi.

Sarmidi pun menjabarkan berbagai pasal yang dinilai berpotensi merugikan petani tembakau dan pekerja di sektor pertembakauan.

Ia khawatir sejumlah pasal dalam RPP Kesehatan yang dianggap eksesif tersebut berpotensi merugikan industri tembakau. Sebut saja, larangan menjual, mengiklankan, dan mempromosikan produk tembakau di berbagai media.

Selain itu, dorongan mendiversifikasi tanaman tembakau juga menjadi poin kontroversial yang mendapat penolakan keras dari para petani.

Menurutnya, RPP Kesehatan tidak hanya menempatkan tembakau pada posisi yang merugikan, tetapi juga mata pencaharian hampir 6 juta masyarakat Indonesia yang terlibat dalam ekosistem pertembakauan nasional.

"Kami tolak pasal-pasal RPP Kesehatan terkait zat adiktif yang di dalamnya mengatur rokok dan tembakau," ujarnya.

Matikan usaha pedagang kecil

Asosiasi Koperasi dan Ritel Indonesia (Akrindo) juga memberikan beberapa catatan terhadap RPP Kesehatan. Wakil Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Akrindo Anang Zunaedi mengaku kecewa karena pasal-pasal Pengamanan Zat Adiktif dalam RPP Kesehatan mengarah pada berbagai pelarangan terkait produk tembakau.

Anang mengkhawatirkan berbagai ketentuan dalam RPP Kesehatan yang dapat mematikan usaha pedagang kecil, seperti larangan menjual rokok secara eceran, pemajangan produk tembakau, serta larangan menjual produk tembakau melalui platform digital.

Terlebih, produk tembakau merupakan salah satu produk tumpuan perputaran ekonomi pedagang kecil, ultramikro, serta pedagang tradisional.

“Rokok adalah produk legal, tapi pengaturannya sangat tidak adil dan diskriminatif. Kami, pedagang kecil, seolah diposisikan menjual barang terlarang," aku Anang.

Anang berharap, pemerintah dapat melibatkan elemen pedagang dalam penyusunan RPP Kesehatan. Pasalnya, berbagai larangan terkait produk tembakau dalam RPP Kesehatan sangat kontradiktif dengan perjuangan pedagang kecil dan pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) untuk maju dan berkembang.

Selain itu, 84 persen pedagang merasakan penjualan produk tembakau. Produk ini berkontribusi signifikan, yaitu lebih dari 50 persen dari total penjualan barang pedagang eceran.

"Harap dicatat, penjualan rokok eceran merupakan salah satu komoditas yang perputarannya cepat untuk pemasukan toko. Hal ini turut mendorong sirkulasi penjualan barang lain, seperti makanan dan minuman," paparnya.

Anang juga menyoroti larangan pemajangan produk tembakau pada RPP Kesehatan. Menurutnya, larangan ini sangat memukul para pelaku UMKM.

"Bagaimana kami bisa melakukan penjualan jika dilarang memajang produk? Bagaimana bisa kami berkomunikasi dengan konsumen jika dilarang mencantumkan informasi terkait produk?” ujar Anang.

Anang berharap, pemerintah lebih peka terhadap realita di lapangan. Menurutnya, para pedagang kecil, ultramikro, serta kelontong (tradisional) berupaya sekuat tenaga untuk bisa terus bertahan dan berdaya saing. Namun, peraturan yang ada justru tidak melindungi mereka.

“Ketika negara belum mampu menyediakan lapangan kerja formal, sektor usaha ini mampu menggerakkan ekonomi kerakyatan. Sangat banyak tekanan dan tantangan yang dibebankan kepada sumber mata pencaharian anggota kami," ucapnya.

Sebagai informasi, Akrindo adalah wadah gerakan koperasi di bidang usaha ritel. Saat ini, Akrindo menaungi 900 koperasi ritel dan 1.050 toko tradisional di Indonesia, terutama di Jawa Timur.

https://money.kompas.com/read/2024/01/29/102930426/menimbang-dampak-rpp-kesehatan-terhadap-petani-dan-pedagang-eceran

Terkini Lainnya

Cara Kirim Paket Barang lewat Ekspedisi dengan Aman untuk Pemula

Cara Kirim Paket Barang lewat Ekspedisi dengan Aman untuk Pemula

Whats New
Cara Top Up DANA Pakai Virtual Account BRI

Cara Top Up DANA Pakai Virtual Account BRI

Spend Smart
Cek Daftar Pinjol Resmi yang Berizin OJK Mei 2024

Cek Daftar Pinjol Resmi yang Berizin OJK Mei 2024

Whats New
Penyaluran Avtur Khusus Penerbangan Haji 2024 Diproyeksi Mencapai 100.000 KL

Penyaluran Avtur Khusus Penerbangan Haji 2024 Diproyeksi Mencapai 100.000 KL

Whats New
Pemilik Kapal Apresiasi Upaya Kemenhub Evakuasi MV Layar Anggun 8 yang Terbakar

Pemilik Kapal Apresiasi Upaya Kemenhub Evakuasi MV Layar Anggun 8 yang Terbakar

Whats New
Langkah AJB Bumiputera 1912 Setelah Revisi Rencana Penyehatan Keuangan

Langkah AJB Bumiputera 1912 Setelah Revisi Rencana Penyehatan Keuangan

Whats New
KKP dan Polri Gagalkan Penyelundupan 125.684 Benih Bening Lobster di Jambi

KKP dan Polri Gagalkan Penyelundupan 125.684 Benih Bening Lobster di Jambi

Whats New
Sulbar akan Jadi Penyuplai Produk Pangan untuk IKN, Kementan Beri Benih Gratis

Sulbar akan Jadi Penyuplai Produk Pangan untuk IKN, Kementan Beri Benih Gratis

Whats New
Emiten Tambang Samindo Resources Catatkan Kenaikan Pendapatan 33,5 Persen Per Kuartal I-2024

Emiten Tambang Samindo Resources Catatkan Kenaikan Pendapatan 33,5 Persen Per Kuartal I-2024

Whats New
OJK Sebut Klaim Asuransi Kesehatan Lebih Tinggi dari Premi yang Diterima Perusahaan

OJK Sebut Klaim Asuransi Kesehatan Lebih Tinggi dari Premi yang Diterima Perusahaan

Whats New
SKK Migas dan Mubadala Energy Temukan 2 TFC Potensi Gas di Blok South Andaman

SKK Migas dan Mubadala Energy Temukan 2 TFC Potensi Gas di Blok South Andaman

Whats New
Perkuat Bisnis di RI, Perusahaan Pemurni Air Korea Dapat Sertifikat Halal BPJPH

Perkuat Bisnis di RI, Perusahaan Pemurni Air Korea Dapat Sertifikat Halal BPJPH

Whats New
Upaya Kemenparekraf Jaring Wisatawan Asing di Korea Selatan

Upaya Kemenparekraf Jaring Wisatawan Asing di Korea Selatan

Whats New
Libur 'Long Weekend', 2 Lintasan Utama ASDP Layani 26.122 Orang dan 125.950 Unit Kendaraan

Libur "Long Weekend", 2 Lintasan Utama ASDP Layani 26.122 Orang dan 125.950 Unit Kendaraan

Whats New
Soroti Kecelakan Bus Pariwisata di Subang, Menparekraf: Kita Butuh Manajemen Krisis yang Efektif

Soroti Kecelakan Bus Pariwisata di Subang, Menparekraf: Kita Butuh Manajemen Krisis yang Efektif

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke