Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Pengendalian Inflasi

Namun demikian, ada kalanya faktor eksternal seperti kondisi cuaca yang tidak menentu, bencana alam, serta faktor musiman masih menjadi kendala yang memengaruhi produksi dan distribusi bahan pangan di Indonesia.

Kita tentu masih mengingat dampak El-Nino beberapa waktu lalu, yang membawa suhu menjadi lebih tinggi dan menyebabkan kekeringan yang berakibat pada gagal panen.

Harga beras sempat melonjak naik dan berada di kisaran Rp 14.000 - Rp 16.000 per kilogram. Bahkan perubahan harga tersebut masih kita rasakan hingga saat ini.

Persoalan perubahan cuaca sepertinya masih akan terus berlanjut. Berdasarkan info BMKG pada April 2024 lalu, berakhirnya El Nino akan digantikan dengan La Nina pada Juni hingga Agustus 2024.

Dampaknya akan mengakibatkan peningkatan curah hujan mencapai 20-40 persen. Bahkan di beberapa lokasi dapat meningkat hingga lebih dari 50 persen.

Inflasi Indonesia

Berdasarkan hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada 21-22 Mei 2024, Gubernur Bank Indonesia menyampaikan bahwa Inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) April 2024 tercatat menurun dari 3,05 persen (yoy) pada Maret 2024 menjadi sebesar 3 persen (yoy).

Perkembangan tersebut dipengaruhi oleh inflasi inti dan inflasi administered prices (AP) yang rendah masing-masing sebesar 1,82 persen (yoy) dan 1,54 persen (yoy), serta Inflasi volatile food (VF) yang juga mengalami penurunan dari 10,33 persen (yoy) menjadi sebesar 9,63 persen (yoy) sejalan dengan penurunan harga komoditas pangan.

Hal tersebut menunjukkan bahwa inflasi Indonesia masih terjaga dalam kisaran sasaran, yaitu 2,5 ± 1 persen.

Meskipun demikian, potensi peningkatan inflasi pangan masih perlu terus diwaspadai, yang secara langsung berdampak pada tergerusnya daya beli masyarakat.

Selanjutnya apabila dibandingkan dengan negara G20 lainnya, inflasi Indonesia berada di urutan 14, lebih tinggi dari negara tetangga Singapura (2,7 persen).

Namun demikian, inflasi Indonesia masih lebih baik dibandingkan dengan beberapa negara lain seperti Amerika Serikat (3,4 persen), India (4,84 persen), Brasil (3,69 persen) dan Afrika Selatan (5,2 persen).

Agar inflasi dapat sesuai target sasaran, tentunya sinergitas kebijakan sektor fiskal dan moneter menjadi hal yang sangat penting.

Dari sisi fiskal, APBN perlu dioptimalkan untuk pengendalian inflasi pangan melalui operasi pasar murah, subsidi pupuk, dan penguatan koordinasi kebijakan pangan antar-lembaga pemerintah.

Oleh sebab itu, pada tahun 2024, pemerintah mengalokasikan anggaran ketahanan pangan sebesar Rp 114,3 triliun, meningkat sekitar Rp 13,4 triliun atau tumbuh 13,2 persen dibandingkan dengan realisasi anggaran ketahanan pangan pada 2023.

Sementara itu, kebijakan moneter juga diarahkan pada pro-stability, yaitu melalui kebijakan suku bunga yang preemptive dan forward looking untuk memastikan inflasi tetap terkendali dalam sasaran 2,5±1 persen pada 2024 dan 2025.

Keputusan RDG tanggal 21-22 Mei 2024, yang menetapkan untuk mempertahankan BI Rate sebesar 6,25 persen, menjadi kebijakan terbaik di tengah ketidakpastian global yang masih terjadi.

Meskipun BI Rate dinilai cukup tinggi, tetapi penyaluran kredit perbankan masih tetap tumbuh sebesar 13,09 persen (yoy) pada April 2024, lebih tinggi dibandingkan bulan sebelumnya Maret 2024 yang tumbuh 12,4 persen (yoy).

Adapun pertumbuhan kredit tersebut dipengaruhi oleh kredit pada 3 (tiga) sektor utama, yaitu industri, jasa dunia usaha, dan perdagangan.

Berbagai inisiatif dan inovasi juga terus dilakukan untuk mewujudkan ketahanan pangan dan stabilitas harga, yang salah satunya dilakukan melalui Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP).

Ada 7 program unggulan GNPIP, yaitu (1) dukungan pelaksanaan kegiatan operasi pasar/pasar murah/SPHP, (2) penguatan ketahanan pangan strategis, (3) perluasan Kerjasama Antar Daerah (KAD), (4) dukungan untuk subsidi ongkos angkut, (5) peningkatan pemanfaatan alsintan dan saprotan, (6) penguatan infrastruktur Teknologi, Informasi, Komunikasi (TIK) diantaranya neraca pangan daerah, serta (7) penguatan koordinasi dan komunikasi.

Tentunya kebijakan-kebijakan yang telah dilakukan, baik oleh Pemerintah maupun Bank Indonesia telah sangat baik dalam menjaga inflasi IHK agar berada di angka sasaran 2,5±1 persen pada 2024 dan 2025.

Namun demikian, dalam kaitannya dengan inflasi pangan, tentunya peningkatan dukungan pembiayaan pada sektor pertanian juga sangat diperlukan, mengingat share kredit pertanian terhadap total kredit yang masih cukup rendah (7,03 persen pada 2023).

Tentunya dengan ikhtiar bersama (Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Bank Indonesia), maka inflasi akan terjaga dalam angka sasaran, demi mewujudkan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang berkelanjutan.

https://money.kompas.com/read/2024/05/27/154128226/pengendalian-inflasi

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke