Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Permendag No 8/2024, Ancaman atau Tantangan bagi Industri Tekstil Nasional?

Alih-alih meningkatkan efisiensi industri tekstil nasional, nyatanya kebijakan ini justru menimbulkan badai pemutusan kerja di Industri tekstil yang tak terelakkan sejak kebijakan ini disahkan.

Mulanya, Permendag No 8/2024 dirancang untuk merespons perkembangan terbaru dalam perdagangan internasional, memperkuat mekanisme kuota dan lisensi impor, serta memfasilitasi kebutuhan industri nasional melalui impor bahan baku yang lebih terstruktur. Ini dilakukan dengan merelaksasi berbagai persyaratan impor.

Dua poin utama yang langsung berdampak pada industri tekstil nasional, yaitu pertama, menghilangkan persyaratan pertimbangan teknis untuk impor oleh pemegang API-P untuk 18 komoditas khusus.

Kedua, melonggarkan regulasi impor untuk sebelas kelompok komoditas termasuk elektronik dan tekstil.

Tak pelak, diterbitkannya Peraturan ini berdampak langsung pada industri domestik, importir, konsumen, dan pelaku perdagangan internasional. Aturan ini menempatkan industri lokal dalam kompetisi dengan produk asing di pasar domestik.

Sementara itu, importir diberikan fleksibilitas penuh untuk memasuki pasar dalam negeri. Konsumen dihadapkan pada pilihan kompleks, yaitu memilih produk dalam negeri atau produk impor yang sering kali memiliki harga lebih rendah.

Sejak peraturan tersebut diberlakukan pada 17 Mei lalu, setidaknya terdapat lebih dari 10.000 kontainer pakaian impor dari China yang membanjiri pasar lokal. Masuknya produk-produk asal China ini menjadi pesaing ketat bagi industri tekstil Indonesia.

Pasalnya, produk-produk dari China yang masuk ke Indonesia biasanya lebih murah dibandingkan produk-produk domestik.

Akibatnya industri tekstil di Indonesia dituntut untuk bekerja lebih efisien demi menghasilkan produk yang lebih murah sehingga dapat bersaing dengan produk luar.

Mereka yang tidak mampu bersaing, pada akhirnya akan tergilas dengan produk-produk impor yang merajai pasar domestik. Hal ini tentu menjadi gelombang ancaman mengerikan bagi industri yang tak mampu bersaing.

Badai PHK

Sejatinya, Permendag Nomor 8/2024 mempermudah impor barang pakaian jadi dengan menghapus syarat Pertimbangan Teknis (Pertek) dari beberapa produk, sehingga beberapa barang bahan jadi dapat masuk ke dalam negeri tanpa hambatan.

Syarat Pertek dihapus untuk berbagai komoditas seperti elektronik, alas kaki, pakaian jadi dan aksesorisnya, tas, katup, obat tradisional dan suplemen kesehatan, serta kosmetik dan peralatan rumah tangga.

Hal ini dilakukan untuk mempermudah masuknya produk tekstil impor yang mungkin lebih ekonomis atau lebih unggul dari segi kualitas. Langkah ini juga mendorong industri dalam negeri untuk meningkatkan efisiensi dan inovasi produk agar tetap bersaing.

Masalahnya adalah dampak akhir terhadap harga produk tekstil dalam negeri tidak dapat diprediksi secara pasti.

Namun kemungkinan terjadi penurunan harga jika produsen lokal perlu menyesuaikan strategi harga mereka untuk menghadapi persaingan yang semakin ketat dari produk impor yang lebih mudah masuk ke pasar domestik.

Perusahaan yang tidak efisien sehingga tidak dapat bersaing, pada gilirannya akan merugi dan mati.

Laporan yang diterbitkan oleh Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) tahun 2024 menunjukkan sudah ada 30 perusahaan tekstil telah menghentikan operasi mereka karena kebijakan ini, yang mengakibatkan 7.200 karyawan kehilangan pekerjaan.

Di sisi lain, Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN) mencatat bahwa sejak awal tahun ini, sekitar 13.800 pekerja di perusahaan tekstil dan pakaian telah di-PHK. Ini menjadi badai besar yang dihadapi industri tekstil nasional saat ini.

Tak dapat dipungkiri bahwa sektor tekstil masih menjadi salah satu pilar utama dalam industri manufaktur Indonesia, menyediakan lapangan kerja bagi ribuan pekerja dan mendukung ekonomi lokal di berbagai wilayah.

Terbitnya Permendag No 8/2024 telah menghadirkan tantangan serius bagi produsen dalam negeri. Sudah banyak yang gugur dalam implementasi kebijakan ini.

Ke depan, kemudahan impor yang diberikan akan membuat Indonesia menjadi pedagang, bukan produsen.

Kondisi ini membawa Indonesia terjebak dalam deindustrialisasi, karena pertumbuhan sektor industri hanya ditopang oleh pengelolaan komoditas alam seperti batu bara dan mineral lainnya.

Belum lagi masalah defisit neraca perdagangan karena adanya pelonggaran pembatasan impor. Jika tidak diimbangi dengan peningkatan ekspor yang cukup, maka hal ini dapat menyebabkan defisit dalam neraca perdagangan.

Pelonggaran pembatasan impor dapat meningkatkan persaingan dengan produk impor yang harganya lebih rendah, yang dalam jangka pendek dapat mengurangi pangsa pasar produk dalam negeri.

https://money.kompas.com/read/2024/07/01/062217026/permendag-no-8-2024-ancaman-atau-tantangan-bagi-industri-tekstil-nasional

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke