Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPR Turun, Kredit Bermasalah Meningkat

Kompas.com - 23/03/2009, 10:34 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com -  Seiring terjadinya krisis, permintaan kredit pemilikan rumah atau KPR mulai turun. Masyarakat cenderung mengerem belanja, termasuk rumah. Krisis juga menyebabkan kredit bermasalah sektor properti meningkat.

Direktur Utama BTN Iqbal Latanro, akhir pekan lalu di Jakarta, menjelaskan, hingga akhir Februari 2009, KPR secara industri masih tumbuh meskipun lebih lambat dibandingkan sebelumnya. "Daya beli masyarakat sebenarnya masih ada, namun mereka cenderung mengerem belanja untuk mengantisipasi risiko ke depan," kata Iqbal.

BTN mencatat, penyaluran KPR baru sebesar Rp 1,1 triliun selama bulan Februari 2009.

Tidak rem kredit

Iqbal mengatakan, meskipun risiko sektor riil dan konsumen meningkat, BTN tidak mengerem kreditnya secara drastis. Ke depan, BTN berencana tetap ekspansif menyalurkan KPR. Menurut Iqbal, peningkatan rasio kredit bermasalah (nonperforming loan/NPL) saat ini memang lebih tinggi dibanding tahun-tahun sebelumnya. Namun, secara keseluruhan, angka NPL KPR BTN masih di bawah 4 persen.

Peningkatan NPL KPR, kata Iqbal, salah satunya dipicu oleh berkurangnya pendapatan sejumlah nasabah akibat pemutusan hubungan kerja.

Berdasarkan data Bank Indonesia, posisi kredit KPR dan kredit pemilikan apartemen (KPA) per akhir Januari mencapai Rp 123,53 triliun, hanya tumbuh 0,6 persen dibanding Desember 2008.

Data BI juga tergambar dalam Seminar Pemasaran dan Investasi Properti untuk Mengantisipasi Krisis Ekonomi Global, yang diselenggarakan Universitas Tarumanagara di Jakarta, Sabtu (21/3). Dalam seminar terungkap, krisis ekonomi global yang berimbas ke perekonomian Indonesia
berdampak pada melemahnya industri properti, khususnya segmen menengah ke atas.

Pelemahan sektor properti itu perlu disikapi pengembang dengan mengembangkan inovasi produk dan strategi pemasaran agar proyek tetap berjalan.

Kelas menengah

Anggota Staf Pengajar Jurusan Perencanaan Kota dan Real Estat Fakultas Teknik Universitas Tarumanagara Irwan Wipranata mengatakan, pengaruh krisis terhadap bisnis properti antara lain terlihat dari menurunnya daya beli perumahan, khususnya perumahan kelas menengah. Pertumbuhan ekonomi nasional yang melemah juga berpengaruh pada menurunnya bisnis ritel, perkantoran, apartemen, dan hotel. Sektor ritel bahkan sudah mengalami kelebihan penawaran.

"Turunnya permintaan di sektor properti perlu disikapi pengembang dengan melakukan inovasi produk dan strategi pemasaran agar proyek terus berjalan," kata Irwan.

Industri properti, ujar Irwan, bisa berkolaborasi dengan subsektor industri kreatif guna meningkatkan daya tarik, di antaranya arsitektur atau seni rupa.

Direktur PT Bumi Serpong Damai Tbk Ignesjz Kemalawarta mengemukakan, inovasi produk merupakan salah satu strategi pengembang dalam mempertahankan konsumen di tengah menurunnya permintaan dan pengetatan pengeluaran. Inovasi produk yang diterapkan, antara lain, menggeser pembangunan kawasan perkantoran dari yang semula terfokus di pusat kota ke pinggiran kota, untuk mengurangi biaya operasional. Pergeseran itu didukung dengan penyediaan fasilitas hunian, perbelanjaan, dan infrastruktur.


Pengamat properti, Panangian Simanungkalit, mengatakan, tingkat hunian mal dan pusat perbelanjaan tahun ini diprediksi 60-70 persen, atau turun dibandingkan degnan tahun 2000, yakni 80-90 persen. Pembangunan mal dan pusat perbelanjaan juga akan melambat.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com