Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Yusuf Zainal, Raja Kerupuk dari Indramayu (2)

Kompas.com - 26/03/2009, 07:46 WIB

Yusuf tak pernah menduga bakal menjadi pengusaha kerupuk sukses seperti sekarang. Sejak duduk di bangku sekolah, ia ingin menjadi seorang akuntan. Tapi, nasib menentukan lain. la memendam keinginannya karena harus membantu orangtua merintis usaha pembuatan kerupuk. Tapi, inilah pintu awalnya menjadi pengusaha sukses.

Yusuf tak pernah bercita-cita menjadi pengusaha kerupuk. Sejak kecil, ia memendam keinginan menjadi seorang akuntan. Untuk mewujudkan impiannya itu, ia ingin melanjutkan pendidikan di Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN).

Kalaupun tidak diterima masuk STAN, Yusuf berharap diterima menjadi mahasiswa pada perguruan tinggi lain. "Saya tetap akan mengambil fakultas ekonomi. Sejak kecil saya suka pelajaran ekonomi," tuturnya.

Namun, Yusuf terpaksa mengubur keinginannya itu dalam-dalam. Setelah menamatkan Sekolah Menengah Ekonomi Atas (SMEA) tahun 1987, ia dihadapkan pada pilihan sulit. Orangtuanya yang baru dua tahun merintis usaha pembuatan kerupuk membutuhkan tenaganya. Terpaksa, ia ikut membantu orangtua membuat kerupuk.

Apalagi, Yusuf merupakan anak tertua di keluarganya. "Akhirnya, saya memilih membantu orangtua daripada meneruskan sekolah," ujarnya. Yusuf terlibat di usaha pembuatan kerupuk, Kerupuk Kencana, milik orangtuanya hingga tahun 1999. Setelah itu, ia memutuskan membuka usaha sendiri.

Yakin dengan tekadnya, Yusuf tak ragu menguras seluruh tabungannya sebesar Rp 5 juta sebagai modal awal.

Di awal merintis usaha, Yusuf masih bergantung pada orangtua. la membeli bahan baku kerupuk dari orangtua. Setelah diolah, kerupuk itu dijual lagi ke orangtuanya.

Kondisi ini berlangsung sampai tahun 2001. "Lama-lama, saya tak puas dengan cara seperti itu," ujar Yusuf. la bertekad mandiri. Tapi, mengawali usaha secara mandiri bukan perkara mudah. Yusuf menemui kendala dalam memasarkan kerupuknya. "Pasar Indramayu sudah dipenuhi para produsen kerupuk," ujarnya.

Yusuf melirik konsumen di Jawa Tengah dan Jawa Timur. la menawarkan kerupuk ke beberapa agen. Sebagai pemikat, ia membolehkan mereka mengambil barang dan membayar belakangan.

Upayanya ini mendatangkan hasil. Banyak agen melirik kerupuknya. Tapi, sistem ini tak luput dari kelemahan. Tahun 2001, seorang agen melarikan tagihan senilai Rp 20 juta. Tak lama kemudian, agen di Bogor juga mangkir bayar utang Rp 48 juta. "Tahun 2001 adalah tahun yang apes buat saya," tuturnya. (Anastasia Lilin Yuliantina/Kontan)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com