Proses divestasi semakin ruwet dengan masuknya pihak swasta. Trakindo adalah mitra lama Newmont dalam mengelola tambang Batu Hijau, sedangkan BUMI dipandang Newmont sebagai kompetitor yang akan mengancam posisi pemegang saham utama NNT jika terus diberi kesempatan ikut dalam divestasi.
Komposisi saham NNT sebanyak 20 persen dimiliki oleh PT Pukuafu Indah yang tercatat sebagai bagian dari 51 persen saham nasional, 35 persen Sumitomo, dan 45 persen Newmont Mining Corporation. Untuk melindungi posisinya, NNT menawarkan skema pinjaman lunak kepada pemda, bahkan memakai alasan bahwa saham yang didivestasikan itu dalam posisi dijaminkan kepada sejumlah bank asing. Artinya, siapa pun yang membeli saham NNT, tidak bisa menjual sahamnya, sampai utang NNT itu lunas.
Semua langkah itu dilakukan NNT yang menginterpretasikan bahwa jika swasta sudah mulai ikut, proses divestasi harus dilakukan melalui mekanisme B (business) to B murni. NNT ingin bisa memilih badan usaha swasta yang sejalan dengan rencana pengembangan bisnisnya dan bisa memberi penawaran paling maksimal atas nilai saham yang akan dijual. Isu-isu semacam ini tidak diatur secara detail dalam kontrak.
Hal ini, menurut salah satu saksi yang ikut dalam sidang arbitrase, menjadi salah satu argumentasi Newmont kepada panel arbitrase.
Pengamat pertambangan, Ryad Charil, menilai ada skenario tertentu di balik putusan arbitrase. Ia memperkirakan keruwetan atas pelaksanaan divestasi masih berpotensi pasca-arbitrase. Isu asal dana pihak ketiga, status saham yang digadai, juga isu-isu lain masih akan muncul. ”Menarik untuk dilihat, siapa yang menalangi dana pembelian saham untuk pemda, apakah pemerintah pusat memakai haknya untuk mengambil saham yang ditawarkan NNT,” kata Ryad.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.