Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pilih Boediono, SBY Hindari Konflik Parpol

Kompas.com - 13/05/2009, 17:32 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Capres dari Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono memilih Gubernur Bank Indonesia (BI) Boediono sebagai calon wakil presiden untuk menghindari konflik antarparpol pendukung koalisi yang sama-sama mengajukan calon wapres.

"Partai-partai pendukung koalisi memiliki suara yang seimbang sehingga, kalau diambil dari salah satu, yang lain iri. Karena itu, SBY memutuskan yang paling pas dari non-partai," kata Wakil Ketua Umum DPP Partai Demokrat Ahmad Mubarok di Gedung DPR Jakarta, Rabu (13/5).

Mubarok mengemukakan, apabila pada Pemilu 2004 perolehan suara Partai Demokrat baru 7,5 persen, maka pada Pemilu 2009, Partai Demokrat menjadi pemimpin koalisi pemerintahan. Partai Demokrat, ia melanjutkan, sedang belajar menjadi pemimpin koalisi. "Belajar menjadi partai besar," katanya.

Mubarok mengatakan, duet SBY-JK pada Pemilu 2004 menggunakan "Bersama Kita Bisa". Karena itu, ia mengatakan, untuk lima tahun ke depan jargonnya adalah "Harus Bisa".  Menurut Mubarok, penetapan Boediono sudah 99 persen dan sudah melalui proses yang panjang. Yudhoyono memilih Boediono untuk memperkuat lokomotif pemerintahan.

Dengan latar belakang yang banyak menangani ekonomi, Boediono sebagai wapres nantinya diharapkan akan bekerja secara penuh mengurusi tugasnya.
Dia mengakui, sudah ada pihak yang meragukan kinerja pemerintah mendatang dengan memilih Boediono karena Boediono yang lebih banyak mengurusi ekonomi dibanding pengalaman di bidang politik. Misalnya, Boediono tidak memiliki kedekatan atau jalur hubungan dengan Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama (NU).

"Justru hal itu akan menempatkan Boediono lebih banyak menekuni tugas-tugasnya sebagai wapres dan sesuai arahan presiden dibanding menangani persoalan lain," katanya.

Bukan neoliberalisme

Mubarok juga menolak anggapan bahwa Boediono adalah penganut neoliberalisme karena, selama menangani tugas di bidang ekonomi, banyak program yang justru mewujudkan ekonomi kerakyatan, seperti melalui perbankan, dengan program kredit mikro dan usaha kecil. "Boediono bukan penganut neoliberal, tetapi memang harus diakui kita tidak menutup pintu bagi ekonomi pasar," katanya.

Dia mengatakan, Boediono sebagai wapres akan lebih berkonsentrasi kepada tugasnya, dibanding menangani persoalan lain. "JK memang banyak terobosan. JK juga sangat cepat karena sebagai pebisnis. Orang bisnis itu maunya cepat, bahkan pebisnis berani bayar walaupun barang belum ada," katanya.

Namun, diakuinya, kecepatan JK seperti layaknya kecepatan dalam bisnis, yang tetap dipratikkan dalam politik, terutama dalam kaitan hubungan presiden-wapres, justru tidak membuat nyaman Partai Demokrat. Kecepatan JK, ia mengatakan, seolah mendominasi atau melampaui dalam menangani tugas pemeritahan dengan presiden. Karena itu, Mubarok melanjutkan, JK pernah disebut-sebut sebagai "The Real President".

Menurut Mubarok, pada periode kedua, Yudhoyono akan bergerak cepat dalam mengoordinasi program pemerintahan. Karena itu, dibutuhkan wapres yang benar-benar bekerja intensif.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

OJK Terbitkan Aturan 'Short Selling', Simak 8 Pokok Pengaturannya

OJK Terbitkan Aturan "Short Selling", Simak 8 Pokok Pengaturannya

Whats New
2 Cara Tarik Tunai Tanpa Kartu Mandiri di ATM Pakai HP

2 Cara Tarik Tunai Tanpa Kartu Mandiri di ATM Pakai HP

Earn Smart
3 Cara Tarik Tunai Tanpa Kartu ATM BCA Modal HP

3 Cara Tarik Tunai Tanpa Kartu ATM BCA Modal HP

Spend Smart
Ketidakpastian Global Meningkat, Sri Mulyani: Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Tetap di Atas 5 Persen

Ketidakpastian Global Meningkat, Sri Mulyani: Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Tetap di Atas 5 Persen

Whats New
Pada Pertemuan Bilateral di Kementan, Indonesia dan Ukraina Sepakati Kerja Sama Bidang Pertanian

Pada Pertemuan Bilateral di Kementan, Indonesia dan Ukraina Sepakati Kerja Sama Bidang Pertanian

Whats New
Semakin Mudah dan Praktis, Bayar PKB dan Iuran Wajib Kini Bisa lewat Bank Mandiri

Semakin Mudah dan Praktis, Bayar PKB dan Iuran Wajib Kini Bisa lewat Bank Mandiri

Whats New
Ketidakpastian Global Meningkat, Sri Mulyani: Sistem Keuangan RI Masih dalam Kondisi Terjaga

Ketidakpastian Global Meningkat, Sri Mulyani: Sistem Keuangan RI Masih dalam Kondisi Terjaga

Whats New
Pesan Luhut ke Prabowo: Jangan Bawa Orang-orang 'Toxic' ke Dalam Pemerintah Anda

Pesan Luhut ke Prabowo: Jangan Bawa Orang-orang "Toxic" ke Dalam Pemerintah Anda

Whats New
Barang Bawaan Pribadi dari Luar Negeri Tak Lagi Dibatasi, Ini Pesan Bea Cukai ke 'Jastiper'

Barang Bawaan Pribadi dari Luar Negeri Tak Lagi Dibatasi, Ini Pesan Bea Cukai ke "Jastiper"

Whats New
Bangun Pemahaman Kripto di Tanah Air, Aspakrindo dan ABI Gelar Bulan Literasi Kripto 2024

Bangun Pemahaman Kripto di Tanah Air, Aspakrindo dan ABI Gelar Bulan Literasi Kripto 2024

Rilis
Terbitkan Permentan Nomor 1 Tahun 2024, Mentan Pastikan Pupuk Subsidi Tepat Sasaran

Terbitkan Permentan Nomor 1 Tahun 2024, Mentan Pastikan Pupuk Subsidi Tepat Sasaran

Whats New
Resmi Kuasai 100 Persen Saham Bank Commonwealth, OCBC NISP Targetkan Proses Merger Selesai Tahun Ini

Resmi Kuasai 100 Persen Saham Bank Commonwealth, OCBC NISP Targetkan Proses Merger Selesai Tahun Ini

Whats New
Sucor Sekuritas Ajak Masyarakat Belajar Investasi lewat Kompetisi 'Trading'

Sucor Sekuritas Ajak Masyarakat Belajar Investasi lewat Kompetisi "Trading"

Earn Smart
Kunker di Jateng, Plt Sekjen Kementan Dukung Optimalisasi Lahan Tadah Hujan lewat Pompanisasi

Kunker di Jateng, Plt Sekjen Kementan Dukung Optimalisasi Lahan Tadah Hujan lewat Pompanisasi

Whats New
Sudah Masuk Musim Panen Raya, Impor Beras Tetap Jalan?

Sudah Masuk Musim Panen Raya, Impor Beras Tetap Jalan?

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com