Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tudingan pada SBY-Boediono Kapitalis Liberal Tidak Etis

Kompas.com - 30/06/2009, 20:36 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Tudingan Jusuf Kalla yang mengatakan Susilo Bambang Yudhoyono dan Boediono kapitalis liberal sangat tidak etis dan tidak masuk akal. Serangan tersebut merupakan puncak dari semua ketidakpatutan sikap politik Kalla yang ditunjukkan selama masa kampanye.

“Kalla saat ini masih menjadi bagian pokok dari pemerintahan SBY. Kita sangat menyayangkan sikap Kalla yang melakukan praktik politik yang tidak bermartabat untuk mencapai tujuan politiknya. Ini adalah insiden politik terburuk dalam periode pertama pelaksanaan sistem politik presidensialisme,” tegas Wakil Ketua Dewan Pakar Tim SBY-Boediono, Bara Hasibuan, di Jakarta, Selasa (30/6).

Sebelumnya, saat berada di pesawat menuju ke Ambon, Maluku, Senin (29/6), Kalla mengemukakan, prinsip yang dianut capres SBY adalah kapitalis liberal. Dengan prinsip itu, jaminan kepada rakyat akan dikalahkan jika dihadapkan pada kepentingan kapitalis dan pihak asing.

Contoh yang diungkap Kalla adalah penjaminan proyek pembangkit listrik 10.000 MW dan penjaminan perbankan. Menurut Kalla, saat itu  SBY dan Boediono tidak mengizinkan penjamin listrik 10.000 MW, tetapi justru ingin memberikan jaminan perbankan (blanket guarantee). Kalla juga mengaku sempat menggebrak meja karena tidak sepaham dengan Boediono.

“Sangat tidak etis sekali jika Kalla membuka secara dalam perbedaan pengambilan kebijakan di dalam pemerintahan. Wajar jika dalam pengambilan keputusan ada pro dan kontra. Tetapi, hal tersebut jangan diumbar kepada publik. Ada etika dalam pemerintahan,” tegas Bara.

Menurut Bara, sikap yang diambil Boediono untuk menolak penjaminan proyek pembangkit listrik 10.000 MW merupakan suatu sikap kehati-hatian. SBY-Boediono sendiri memiliki komitmen memenuhi kebutuhan listrik dalam negeri. “Uang jaminan itu harus diamankan, jangan sampai tidak akuntabel. Menjaga uang rakyat itu sangat penting, dan itu yang dilakukan Boediono,” paparnya.

Bara juga menentang keras jika SBY dikatakan kapitalis liberal. Sebab, seluruh rakyat Indonesia tahu bahwa kebijakan yang diambil SBY sangat pro-poor dan pro-rakyat. “Kita semua tahu SBY telah berhasil memperjuangkan pendidikan gratis, kesehatan gratis, jaringan pengaman sosial, BLT, PNPM Mandiri, dan kredit usaha rakyat. Bagaimana mungkin seorang kapitalis liberal mau berbuat seperti itu. Sangat tidak masuk akal menurut saya,” tandasnya.

Bara menegaskan, Kalla seharusnya paham dalam sistem politik presidensial posisi Wapres adalah pembantu presiden. “Jadi ini bukan soal suka atau tidak suka. Bukan soal ada pembagian wewenang atau tidak. Juga bukan soal adanya pengakuan atau tidak. Tetapi, soal penegakan sistem politik yang sudah kita sepakati bersama sebagai bangsa,” papar Bara.

Bara berharap, di masa akhir putaran kampanye ini tidak ada lagi yang melakukan kampanye hitam. Masing-masing capres-cawapres beserta tim suksesnya harus bisa menahan diri agar pelaksanaan pilpres bisa berjalan secara fair, demokratis, dan bermartabat. “Mari kita sama-sama memberikan pendidikan politik secara dewasa kepada masyarakat. Perdebatan lebih baik pada tataran subtantif platform dan program capres-cawapres. Jangan digunakan untuk menyerang secara personal,” imbuh Bara.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com