Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pajak Kendaraan Progresif Disetujui

Kompas.com - 05/08/2009, 04:29 WIB

Tarif pajak BBM kendaraan bermotor untuk angkutan umum, ujar Harry, ditetapkan maksimal 5 persen. Tarif ini untuk angkutan kota, bus, dan ojek motor. Adapun angkutan pribadi ditetapkan maksimal 10 persen terhadap harga jual BBM.

Aturan ini mulai diterapkan pada tahun 2012 atau tiga tahun setelah UU pajak ini berlaku, yakni 1 Januari 2010, untuk memberi kesempatan pemerintah mengatur teknis penerapannya. DPR mempersilakan pemerintah menggunakan opsi kartu cerdas (smart card), yang diwacanakan awal tahun 2008.

Pemerintah provinsi bisa menggunakan pajak ini sebagai instrumen mengatur jumlah kendaraan yang lalu lalang di wilayahnya. Misalnya, jika DKI Jakarta ingin membatasi jumlah kendaraan pribadi, tarif pajak bahan bakar kendaraan bermotor dapat ditetapkan maksimum, yakni 10 persen.

Lalu, Provinsi Banten, misalnya, jika ingin mengundang kendaraan pribadi lebih banyak agar aktivitas ekonomi lebih marak, bisa menerapkan pajak bahan bakar kendaraan bermotor seminimal mungkin. Sebagai ilustrasi, jika DKI Jakarta menetapkan tarif pajak bahan bakar kendaraan bermotor 10 persen untuk kendaraan pribadi, pajaknya Rp 450 per liter. Adapun jika Banten menetapkan tarif 5 persen, harga jual premiumnya hanya Rp 4.275 per liter.

”Tarif minimumnya tidak dibatasi. Artinya, suatu provinsi bisa menetapkan pajak bahan bakar kendaraan bermotor nol persen untuk menarik pengguna kendaraan pribadi lebih banyak atau mengundang investasi lebih marak,” ujar Harry.

Tidak masuk akal

Ketua Umum Asosiasi Industri Sepeda Motor Indonesia (AISI) Gunadi Sindhuwinata mengecam pemberlakuan pajak kendaraan progresif yang dinilainya tidak masuk akal. Pemerintah harus menjelaskan filosofi memberlakukan pajak progresif tersebut.

”Pengusaha tidak pernah diajak bicara. Pajak progresif akan berdampak buruk bagi industri nasional,” kata Gunadi.

Ia menjelaskan, apabila alasan pemerintah memberlakukan pajak progresif untuk sekadar meningkatkan pendapatan pemerintah daerah, pajak seharusnya diturunkan saja sehingga akan mendorong pembelian kendaraan.

Kalau alasannya adalah kemacetan sehingga jumlah kendaraan bermotor hendak dikurangi, pemerintah dinilai tidak masuk akal. Kemacetan terutama terjadi akibat minimnya pertumbuhan infrastruktur yang hanya 0,1 persen per tahun. Itu karena anggaran perbaikan jalan hanya 2 persen dari total APBN sekitar Rp 1.000 triliun.

Pengurangan kendaraan bermotor juga tidak masuk akal karena penjualan mobil hanya 600.00 unit per tahun. Jumlah itu sangat kecil jika dibandingkan Jepang dengan 120 juta jiwa dengan angka penjualan mobil 6,5 juta unit per tahun.(OSA/OIN)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kurs Rupiah 13 Mei 2024 di Bank Mandiri hingga BRI

Kurs Rupiah 13 Mei 2024 di Bank Mandiri hingga BRI

Whats New
Perluas Pasar ke Kancah Global, Bea Cukai Lepas Ekspor Produk Tenggiri dan Tuna Senilai 239.000 Dollar AS

Perluas Pasar ke Kancah Global, Bea Cukai Lepas Ekspor Produk Tenggiri dan Tuna Senilai 239.000 Dollar AS

Whats New
Populasi Ikan Belida Terancam, KKP Lakukan Pendataan

Populasi Ikan Belida Terancam, KKP Lakukan Pendataan

Whats New
Staf Jokowi Bantah Mahalnya Harga Bawang Putih karena Harga Impor yang Tinggi dari China

Staf Jokowi Bantah Mahalnya Harga Bawang Putih karena Harga Impor yang Tinggi dari China

Whats New
Bank Sampoerna Cetak Laba Bersih Rp 26,3 Miliar pada Kuartal I 2024

Bank Sampoerna Cetak Laba Bersih Rp 26,3 Miliar pada Kuartal I 2024

Whats New
Perumnas Bangun Hunian Modern di Cengkareng untuk Milenial

Perumnas Bangun Hunian Modern di Cengkareng untuk Milenial

Whats New
Kemenkes Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan S1, Usia 45 Tahun Bisa Daftar

Kemenkes Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan S1, Usia 45 Tahun Bisa Daftar

Whats New
Miliarder-miliarder Dunia Ini Raup Kekayaan dari Cokelat dan Permen

Miliarder-miliarder Dunia Ini Raup Kekayaan dari Cokelat dan Permen

Earn Smart
Kelas 1, 2, 3 BPJS Kesehatan Dihapus, Pemerintah Ganti Jadi KRIS

Kelas 1, 2, 3 BPJS Kesehatan Dihapus, Pemerintah Ganti Jadi KRIS

Whats New
Cegah Kecelakaan Bus Tak Berizin Terulang, Ini Sederet Catatan untuk Pemerintah

Cegah Kecelakaan Bus Tak Berizin Terulang, Ini Sederet Catatan untuk Pemerintah

Whats New
Fortress Pintu Baja Dukung Synergy Golf Party 2024

Fortress Pintu Baja Dukung Synergy Golf Party 2024

Rilis
10 Kota Terkaya di Dunia, 4 Ada di Asia

10 Kota Terkaya di Dunia, 4 Ada di Asia

Whats New
Ikan Bilih Danau Singkarak Terancam Punah, KKP Siapkan Aturan Pengelolaannya

Ikan Bilih Danau Singkarak Terancam Punah, KKP Siapkan Aturan Pengelolaannya

Whats New
Anniversary Ke-15, AUDY Dental Perkenalkan Logo Baru dan Beri Apresiasi kepada Karyawan dan Dokter

Anniversary Ke-15, AUDY Dental Perkenalkan Logo Baru dan Beri Apresiasi kepada Karyawan dan Dokter

Whats New
Australia Hadapi Krisis Perumahan, Ini Penyebabnya

Australia Hadapi Krisis Perumahan, Ini Penyebabnya

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com