Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sekarang Saatnya Membenahi Sektor Riil

Kompas.com - 14/12/2009, 06:12 WIB

Oleh FAISAL BASRI

KOMPAS.com - Pertumbuhan ekonomi pada triwulan terakhir 2009 diperkirakan terus menanjak, lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang mencapai 4,2 persen. Seiring dengan itu, cadangan devisa dalam tiga bulan terakhir melonjak sebanyak 7,9 miliar dollar AS sehingga mencapai 65,8 miliar dollar AS pada akhir November lalu.

Yang cukup menggembirakan, lonjakan itu terutama ditopang oleh peningkatan tajam surplus transaksi berjalan (current account). Selama sembilan bulan terakhir (Januari-September) 2009, transaksi berjalan sudah membukukan surplus sebesar 7,4 miliar dollar AS, jauh lebih besar ketimbang sepanjang tahun 2008 yang hanya 125 juta dollar AS.

Besar kemungkinan surplus transaksi berjalan selama 2009 akan mencapai 10 miliar dollar AS sebagaimana pencapaian tahun 2006 dan 2007. Yang juga menggembirakan, ekspor barang merupakan penyumbang utama peningkatan surplus transaksi berjalan. Ekspor sudah berangsur-angsur pulih sejak Juni dan terus mengakselerasi hingga mencapai pertumbuhan sebesar 10,1 persen pada bulan Oktober.

Namun, perbaikan sektor eksternal di atas berpotensi besar kembali memburuk karena arus modal yang masuk didominasi oleh uang panas (hot money) dalam bentuk investasi portofolio. Selama Januari-September 2009, arus masuk neto investasi portofolio mencapai 7,2 miliar dollar AS, sedangkan investasi modal langsung (penanaman modal asing) hanya 1 miliar dollar AS.

Sebagian dana investasi portofolio yang masuk diduga kuat adalah yang sempat hengkang tahun lalu, khususnya pada triwulan keempat. Kala itu sentimen negatif menyelubungi perekonomian Indonesia.

Sejumlah lembaga internasional memprediksi perekonomian Indonesia juga akan mengalami tekanan berat akibat krisis global sebagaimana dialami oleh hampir semua negara tetangga. Ditambah lagi dengan saratnya agenda politik yang dipandang tidak memberikan sentimen positif.

Bahkan, hingga akhir Mei 2009, Economist Intelligence Unit (EIU) yang berpusat di London, Inggris, masih memprediksi perekonomian Indonesia akan mengalami kontraksi sebesar 1,4 persen. Dana Moneter Internasional (IMF) juga turut berbagi pesimisme walau tidak seekstrem EIU.

Baru pada awal Juni 2009, IMF mengoreksi prediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia dari 2,5 persen menjadi 3,5 persen. Angka prediksi terakhir dari EIU dan IMF masing-masing adalah 4,2 persen dan 4 persen. Tak kurang pemerintah dan Bank Indonesia pun terpengaruh oleh penilaian pihak luar yang penilaiannya underweight terhadap Indonesia sehingga sempat beberapa kali menurunkan prediksi pertumbuhan.

Setelah terbukti pemilu berlangsung damai dan perekonomian tetap mengalami ekspansi dengan pertumbuhan sekitar 4 persen, modal asing berangsur masuk dan makin gencar sejak triwulan ketiga tahun ini hingga sekarang.

Risiko politik

Indonesia masih berpotensi untuk menyerap lebih banyak modal asing yang diperkirakan tahun depan mencapai 2.400 miliar dollar AS akan berkeliaran mencari tempat yang teduh, terutama ke emerging markets. Sepanjang risiko politik tak memburuk dan implementasi agenda pembenahan mendasar yang mendesak dilakukan tidak terhadang, tahun 2010 adalah momentum sangat baik untuk menuju jalur percepatan pertumbuhan ekonomi.

Sudah barang tentu kita tidak boleh sekadar mengandalkan pada modal jangka pendek. Kita berharap gairah modal jangka pendek merupakan respons awal dari perbaikan indikator-indikator makroekonomi yang sudah berlangsung dalam enam bulan terakhir.

Lebih jauh, kita berharap lebih banyak masuk modal jangka panjang atau penanaman modal asing langsung. Tanda-tanda bahwa kita semakin menarik bagi investasi jangka panjang sudah terlihat. Mereka semakin melirik kita karena potensi pasar domestik yang cukup besar. Untuk mewujudkannya, pengintegrasian perekonomian domestik secepatnya merupakan syarat perlu atau necessary condition.

Tanpa langkah-langkah sigap, kita hanya bisa meraih peluang di pinggiran, hanya akan dapat ”kerak”. Pemulihan ekonomi dunia yang lebih cepat dari perkiraan—sebagaimana tecermin dari proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia yang meningkat tajam dari -1,1 persen tahun 2009 menjadi 3,1 persen tahun 2010—hanya akan sebatas meningkatkan permintaan dunia terhadap produk-produk primer kita ala kadarnya karena income elasticity of demand atas komoditas primer relatif rendah.

Sementara itu, pola konsumsi kita kian mengarah pada produk-produk manufaktur impor. Jika kecenderungan demikian terus berlangsung, kita akan mengalami kemunduran relatif, mengingat terms of trade kita akan cenderung memburuk. Kita dipaksa untuk mengeksploitasikan kekayaan alam lebih intensif dan ekstensif untuk memenuhi pola konsumsi yang terus berkembang.

Kemampuan kita bertahan dari krisis global mengindikasikan pula sisi suram dari perekonomian, yakni ketidakmampuan kita untuk berlari lebih kencang tatkala pemulihan ekonomi dunia sudah berlangsung. Tatkala negara-negara tetangga melesat dengan pertumbuhan 7 persen sampai 9 persen, kita hanya beringsut dari 4 persen ke 4,2 persen.

Jika kita berketetapan hati untuk menjadi bagian dari dinamika perekonomian global—dengan konsekuensi positif dan negatifnya—pembenahan sektor riil menjadi syarat cukup (sufficient condition). Revitalisasi industri menjadi prioritas utama, agar terjadi pendalaman struktur dan peningkatan nilai tambah dengan peningkatan kandungan teknologi.

Para pengganggu, baik pelaku usaha maupun pengambil keputusan di dalam pemerintahan, yang menjadi parasit bagi perekonomian harus dienyahkan. Reformasi sejauh ini tampaknya masih belum cukup signifikan menyentuh para pemburu rente, bahkan cenderung kian menggerecoki. Saatnya menarik garis pemisah tegas: siapa kawan, siapa lawan!

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com