JAKARTA, KOMPAS.com - Sejumlah pengusaha yang dihubungi di Jakarta, Minggu (27/12), mengkhawatirkan implementasi Perjanjian Perdagangan Bebas (FTA) ASEAN-China. Walaupun terbuka peluang untuk mengajukan keberatan atau penundaan pelaksanaannya, pemerintah tetap perlu membenahi iklim usaha dan memperbaiki strategi kebijakan yang mendukung kegiatan bisnis. Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sofjan Wanandi mengatakan, ”Bersaing business to business dengan China memang sulit, tetapi kita tidak boleh kehabisan akal. Strategi bisnis tidak semua bisa dikemukakan terbuka karena kita justru akan mengalami serangan balik yang menguntungkan pihak China.” Pengusaha sebagai pemangku kepentingan, lanjut Sofjan, tetap harus dilibatkan. Strategi kebijakan pemerintah dinilai masih lemah dalam implementasinya. Akan tetapi, kata Sofjan, pengusaha Indonesia juga mudah puas dengan menjual bahan mentah dibandingkan dengan memproduksi barang untuk mengejar nilai tambah. Meski para pengusaha keberatan dengan rencana pemberlakuan FTA ASEAN-China, Pemerintah Indonesia tetap akan memenuhi FTA ASEAN-China mulai 1 Januari 2010. Pemerintah Indonesia hanya akan melayangkan surat kepada China untuk menyampaikan bahwa ada beberapa subsektor usaha yang terkena dampak negatif oleh FTA itu. ”Arahan Menko (Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Hatta Rajasa) menegaskan, Indonesia sebagai penanda tangan FTA ASEAN-China akan melaksanakan komitmennya sesuai dengan perjanjian para pemimpin,” ujar Wakil Menteri Perdagangan Mahendra Siregar seusai rapat koordinasi dengan Hatta Rajasa terkait persiapan FTA ASEAN-China di Jakarta, 15 Desember lalu.