Jakarta, Kompas -
Sampai saat berita ini diturunkan belum diketahui mengenai kapan dan di mana jenazah akan dimakamkan atau dikremasi.
William yang lahir di Majalengka, Jawa Barat, 20 Desember 1922, adalah pribadi yang rendah hati dan bersahaja. Keberhasilannya membangun Astra Internasional tidak pernah diklaim sebagai keberhasilan dirinya. Ketika ditanya mengenai keberhasilannya, ia mengatakan, ”Keberhasilan Astra berkat kerja keras semua karyawan dan rahmat Tuhan, bukan karena keberhasilan saya pribadi.”
William juga seorang visioner yang seakan mengerti ke mana bisnis akan bergerak. Ia juga adalah salah satu pelopor modernisasi industri otomotif nasional. Ia membangun jaringan bisnis dengan core product di sektor otomotif. Namun, memang, pertumbuhan bisnisnya tidak pernah lepas dari campur tangan pemerintah.
Keberhasilannya dalam berbisnis menjadikan ia menduduki banyak jabatan penting di berbagai perusahaan, terutama yang berbasis otomotif.
William menjadi orang pertama Asia yang menjadi anggota Dewan Penyantun The Asia Society yang didirikan oleh John D Rockefeller III di New York, AS, tahun 1956. Ia menarik diri dari dunia bisnis tahun 1992 ketika Bank Summa milik anaknya, Edward, kolaps dan harus dilikuidasi sehingga memaksanya melepas 100 juta lembar saham Astra Internasional guna melunasi kewajibannya.
William menjadi yatim piatu saat masih berusia 12 tahun. Tujuh tahun kemudian ia harus putus sekolah. Usaha pertamanya adalah berdagang kertas bekas dari kota ke kota sebelum beralih ke jual beli hasil bumi. Keuletannya bisa meringankan beban keluarga dan juga membawanya menuntut ilmu penyamakan kulit di Leder&Schoenindustrie, Belanda.
Tidak mengherankan jika kulit merupakan usaha pertamanya. Tahun 1949, ia mendirikan pabrik penyamakan kulit, kemudian juga mendirikan CV Sanggabuana, perusahaan ekspor impor yang membuatnya rugi jutaan rupiah karena ditipu kawannya tahun 1952.
Baru tahun 1958, William mendirikan PT Astra dengan produk awal minuman ringan dan mengekspor hasil bumi.
Selain berbisnis, William juga peduli pada dunia pendidikan, khususnya yang berorientasi pada SDM bisnis. Tanahnya di kawasan Cilandak dijualnya dengan harga murah untuk mendirikan Institut Manajemen Prasetiya Mulya, sekolah para manajer, pada November 1984.