Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pilkada, Imaji Iklan, dan Politik Pencitraan

Kompas.com - 17/04/2010, 15:46 WIB

Berbagai janji politik mulai dirumuskan untuk menarik simpati masyarakat agar memilih parpol tertentu sehingga bisa berkibar lebih jauh dalam memperoleh dukungan rakyat. Suara parpol tentu sangat berpengaruh pada tokoh parpol yang diusung dalam pilkada mendatang sehingga mau tidak mau perolehan suara harus sesuai target yang dicanangkan.

Politik pencitraan

Keberadaan iklan politik di berbagai media tentu berdampak pada citra tokoh pemimpinnya. Inilah yang saya sebut sebagai "politik pencitraan" atau dalam bahasa yang sederhana berupaya membangun imaji-imaji kosong dalam atribut citra dan tampilan parsial.

Secara kasatmata, parpol menampilkan foto calon bupati-wakil bupati dan janji politiknya yang dihiasi untaian kata "Berjuang untuk Rakyat Banyak", "Marilah Berpihak pada Kebenaran", dan untaian kata yang memikat hati dan simpati pemilih.

Secara rasional, kita tahu, foto-foto itu tidak berbeda jauh dengan iklan sampo dan sabun. Mereka hanyalah imaji-imaji yang mengaburkan realitas. Tidak heran, kalau dalam alegori Goa-nya yang terkenal, Platon mengatakan, imaji bukanlah realitas. Imaji hanyalah bayang-bayang (shadows) dan gambar (eikon) realitas. Imaji dapat memberikan efek dahsyat bagi yang tidak memahami nilai dan signifikansi imaji tersebut. (Kompas, 20/1/2009).

Politik pencitraan memang menampilkan segudang harapan dan perubahan. Namun, harapan dan perubahan itu hanyalah utopia belaka yang bersifat imajinatif dan artifisial. Membangun citra itu penting, tapi lebih penting lagi kalau citra itu tidak terbatas pada tampilan semu dan parsial sehingga mengecoh orang sekitarnya.

Mengenal latar belakang

Kita tidak hanya berhenti pada imaji-imaji kosong yang berbentuk simpati lewat untaian kata maupun tampilan foto calon bupati-wakil bupati semata, tetapi harus menerobos imaji-imaji itu dalam realitas yang sebenarnya, yakni dengan mengenal latar belakang kehidupannya.

Dalam mengenal latar belakang calon, terlebih dahulu kita harus mengenal diri kita sendiri. Kenalilah dirimu sendiri. Begitulah maksim Orakel Delphi dasar pencarian kebijakan Socrates, bapak semua pencari kebijakan dalam kebijakan. (Platon, Alkibiades, 130 E).

Bila calon yang kita pilih hanya menebar senyum dan janji-janji politik semu, kita harus mempertanyakan realitas kebenaran yang diusungnya. Dengan begitu, kita tidak akan tertipu iklan, slogan, maupun foto simpatik para calon.

Pada titik inilah, politik pencitraan bukan semata-mata membangun citra dan reputasi, melainkan sudah bermuatan politis yang tidak sehat, bahkan bisa menjerumuskan masyarakat pada pilihan yang salah. Sebagai pemilih pemula, kita harus berhati-hati dengan ajakan maupun rayuan para tim sukses calon, yang sengaja menggiring kita pada pilihan utopis. Ingatlah bahwa satu suara sangat menentukan terhadap masa depan masyarakat ke depan. Jika kita tidak hati-hati, nasib masyarakat kita menjadi taruhan. MOHAMMAD TAKDIR ILAHI Peneliti Utama The Annuqayah Institute Jogjakarta dan Staf Riset The Mukti Ali Institute Fakultas Ushuluddin UIN Yogyakarta

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com