Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Garuda Bantah Lakukan Kartel

Kompas.com - 04/05/2010, 23:10 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Terkait keputusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha atau KPPU, Selasa (4/5/2010), yang menyatakan bahwa Garuda Indonesia terbukti bersalah melaksanakan praktik kartel atas penerapan fuel surcharge, Garuda menegaskan bahwa mereka sama sekali tidak melakukan hal itu.

VP Corporate Secretary Garuda, Pujobroto, mengatakan, putusan KPPU terhadap Garuda Indonesia ini telah didasarkan pada asumsi dan fakta serta data yang keliru dan tidak akurat. "KPPU menggunakan tabel data tahun 2006-2009 untuk analisis Garuda, sementara Garuda hanya memberikan data tahun 2006-2008 mengingat data tahun 2009 masih un-audited," kata Pujobroto.

Lantas, analisis dan uji statistik yang dilakukan oleh KPPU tidak sesuai dan kurang akurat karena hanya dua maskapai yang memberikan data lengkap dari 12 maskapai yang ada.

"Seperti kita ketahui bahwa penerapan fuel surcharge merupakan suatu hal yang lazim dilakukan di industri penerbangan di dunia. Fuel surcharge diterapkan oleh maskapai penerbangan dalam kaitan dengan terjadinya peningkatan harga bahan bakar minyak," kata Pujobroto.

Fuel surcharge bersifat fluktuatif dan merupakan upaya maskapai penerbangan untuk mempersempit kesenjangan antara harga asumsi minyak yang ditetapkan dan fluktuasi atau kenaikan harga minyak yang terjadi di pasar.

"Dengan demikian penerapan fuel surcharge oleh Garuda Indonesia sama sekali bukan merupakan upaya untuk mencari keuntungan, melainkan upaya untuk menutupi biaya bahan bakar yang semakin meningkat yang juga dilakukan oleh maskapai penerbangan lain," katanya.

Garuda Indonesia juga tidak memperoleh keuntungan dari pengenaan fuel surcharge mengingat jumlah fuel surcharge yang dikenakan kepada konsumen jauh lebih kecil dibanding jumlah biaya bahan bakar (fuel cost) yang ditanggung oleh Garuda Indonesia.

Selain itu, penerapan fuel surcharge bukanlah merupakan perbuatan melawan hukum karena Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 dan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 9 Tahun 2002 tentang Tarif Penumpang Angkutan Udara Niaga Berjadwal Dalam Negeri Kelas Ekonomi memperbolehkannya.

"Oleh karena itu, Garuda Indonesia menyatakan menolak secara tegas putusan KPPU pada hari ini, Rabu (4/5/2010), serta segala pertimbangan hukum dan pertimbangan ekonomi yang digunakan dalam putusan tersebut," tandas Pujobroto.

Menurut Pujo, karena putusan KPPU ini belum merupakan putusan final yang berkekuatan hukum tetap, Garuda Indonesia akan melakukan koordinasi dengan penasihat hukum untuk mempelajari putusan KPPU ini serta akan menentukan upaya dan langkah hukum lebih lanjut.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Status 17 Bandara Internasional Dihapus, INACA Ungkap Sederet Manfaatnya untuk Penerbangan Nasional

Status 17 Bandara Internasional Dihapus, INACA Ungkap Sederet Manfaatnya untuk Penerbangan Nasional

Whats New
1 Lot Berapa Lembar Saham? Ini Perhitungan Mudahnya

1 Lot Berapa Lembar Saham? Ini Perhitungan Mudahnya

Spend Smart
Jumlah Bandara Internasional Dipangkas, InJourney Airports: Banyak yang Tidak Efisien

Jumlah Bandara Internasional Dipangkas, InJourney Airports: Banyak yang Tidak Efisien

Whats New
Usai Gempa Garut, Pertamina Pastikan SPBU hingga Pangkalan Elpiji di Jabar Aman

Usai Gempa Garut, Pertamina Pastikan SPBU hingga Pangkalan Elpiji di Jabar Aman

Whats New
Kemenkop-UKM Tegaskan Tidak Melarang Warung Madura Beroperasi 24 Jam

Kemenkop-UKM Tegaskan Tidak Melarang Warung Madura Beroperasi 24 Jam

Whats New
BTN Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan D3 dan S1, Simak Kualifikasinya

BTN Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan D3 dan S1, Simak Kualifikasinya

Work Smart
Ada Gempa Garut, Kereta Cepat Whoosh Tetap Beroperasi Normal

Ada Gempa Garut, Kereta Cepat Whoosh Tetap Beroperasi Normal

Whats New
Akhirnya, Bea Cukai Bebaskan Bea Masuk Alat Belajar SLB yang Tertahan Sejak 2022

Akhirnya, Bea Cukai Bebaskan Bea Masuk Alat Belajar SLB yang Tertahan Sejak 2022

Whats New
Sri Mulyani Minta Ditjen Bea Cukai Perbaiki Layanan Usai 3 Keluhan Terkait Pelayanan Viral di Medsos

Sri Mulyani Minta Ditjen Bea Cukai Perbaiki Layanan Usai 3 Keluhan Terkait Pelayanan Viral di Medsos

Whats New
Menuju Indonesia Emas 2045, Pelaku Usaha Butuh Solusi Manajemen SDM yang Terdigitalisasi

Menuju Indonesia Emas 2045, Pelaku Usaha Butuh Solusi Manajemen SDM yang Terdigitalisasi

Whats New
Jadi Sorotan, Ini 3 Keluhan Warganet soal Bea Cukai yang Viral Pekan Ini

Jadi Sorotan, Ini 3 Keluhan Warganet soal Bea Cukai yang Viral Pekan Ini

Whats New
Perhitungan Lengkap Versi Bea Cukai soal Tagihan Rp 31 Juta ke Pembeli Sepatu Seharga Rp 10 Juta

Perhitungan Lengkap Versi Bea Cukai soal Tagihan Rp 31 Juta ke Pembeli Sepatu Seharga Rp 10 Juta

Whats New
Berapa Gaji dan Tunjangan Pegawai Bea Cukai Kemenkeu?

Berapa Gaji dan Tunjangan Pegawai Bea Cukai Kemenkeu?

Work Smart
Dukung 'Green Building', Mitsubishi Electric Komitmen Tingkatkan TKDN Produknya

Dukung "Green Building", Mitsubishi Electric Komitmen Tingkatkan TKDN Produknya

Whats New
Kemenhub Cabut Status 17 Bandara Internasional, Ini Alasannya

Kemenhub Cabut Status 17 Bandara Internasional, Ini Alasannya

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com