Tegal, Kompas
Daun bawang meranggas dan layu, sebagian lain ambruk. Kondisi itu diperparah dengan serangan hama ulat. Sebagian tanaman yang rusak terkena hujan dan terserang ulat saat ini berusia sekitar 40 hari, sebagian lain berusia 55 hari atau siap panen.
Menurut Abdul Syukur (38), petani di Kelurahan Kalinyamat Kulon, ulat masuk ke daun bawang sehingga tanaman layu. Akibatnya, pertumbuhan bawang merah tidak optimal. Dari 1 hektar tanaman yang terkena hujan dan diserang ulat, hanya dihasilkan 5 ton bawang merah. Padahal, dalam kondisi normal, bisa dihasilkan sekitar 8 ton bawang merah.
Wondo (38), petani lain, mengatakan, sesuai dengan siklus tahunan, seharusnya pada April hingga Mei hujan jarang turun. Namun, April lalu hujan masih sering turun di Tegal. Bahkan, dalam beberapa hari terakhir hujan turun terus-menerus. ”Untuk tanaman bawang merah, hujan termasuk merusak. Meski sedikit, kalau terus-menerus tidak baik untuk tanaman,” katanya.
Sartono (40), petani lainnya, mengatakan, selain faktor cuaca tidak menentu, petani juga terbebani kenaikan harga pupuk.
Selain merusak tanaman,
Koordinator Tim SAR Brebes Adhe Danie Rahardjo mengatakan, banjir terjadi akibat luapan Sungai Cisanggarung yang membatasi Kabupaten Brebes dengan Kabupaten Cirebon.
Tinggi air di pemukiman warga berkisar 30-50 sentimeter. Namun, banjir bersifat sesaat karena merupakan banjir limpasan. Menurut Adhe, air Sungai Cisanggarung meluap karena pintu pembuangan hilang.
Di Kabupaten Semarang, hujan deras yang mengguyur mulai hari Selasa sore hingga Rabu (12/5) menyebabkan tanah longsor, yang kemudian menimpa rumah warga di Desa Samirono, Kecamatan Getasan. Talut sepanjang 10 meter longsor dari ketinggian sekitar 6 meter hingga mengenai ruang tamu rumah warga di bawahnya.
Selain itu, tiga rumah di Kelurahan Nanggulan, Kecamatan Tingkir, Kota Salatiga, rusak. Rumah itu berada di tebing. Akibat gerusan air hujan, tebing sepanjang 20 meter dengan ketinggian 8 meter ambrol. Tidak ada korban jiwa dalam kejadian itu.
Menurut Andriana (33), warga Samirono, seharusnya pada April-Mei sudah mulai memasuki musim kemarau, tetapi kenyataannya hujan deras masih mengguyur kawasan lereng Gunung Merbabu itu.
Kepala Badan Kesatuan Bangsa, Politik, dan Perlindungan Masyarakat Kabupaten Semarang Suryawan Sunu Riyanto mengatakan, seharusnya berdasarkan prediksi Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika, mulai April curah hujan di Kabupaten Semarang normal, berkisar 200 milimeter, tetapi hingga saat ini masih kerap terjadi hujan deras.
”Karena itu, potensi bencana masih cukup besar akibat cuaca ekstrem,” katanya.