Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bingung Membangun Infrastruktur

Kompas.com - 18/08/2010, 08:53 WIB

Mekanisme PPP memang menjanjikan karena sudah ada contoh suksesnya, yakni Inggris.

Jadi, pada prinsipnya, apa pun jenis infrastrukturnya, tetap akan menarik bagi investor.

Hanya saja investor jangan dibuat bingung dengan konsep PPP yang diterapkan. Ini penting karena kebingungan investor pada konsep PPP masih berlangsung hingga saat ini di Indonesia.

Setelah dana tersedia di APBN, hal terpenting selanjutnya adalah memastikan agar anggaran itu dikelola dalam sebuah kebijakan fiskal yang efektif, tidak bocor, perencanaan sesuai dengan realisasi, dan tidak lambat dicairkan.

Holtham G dan J Kay dalam artikelnya ”The Assessment: Institutions of Policy” terbitan 1995 menegaskan, kebijakan fiskal yang efektif itu membutuhkan perencanaan dan eksekusi anggaran yang realistis dan akurat.

Untuk menjadi realistis dan akurat itu tak hanya dibutuhkan kapasitas administratif di dalam pemerintahan, tetapi juga sistem anggaran yang disiapkan dengan prosedur untuk merencanakan dan mengawasi pencairan dananya secara efektif.

Sebenarnya Indonesia berada pada momentum sejarah yang memberi peluang perekonomian negeri ini berkembang. Pertumbuhan ekonomi bertumbuh pesat didorong oleh kontribusi konsumsi rumah tangga, kinerja ekspor, dan investasi. Pada semester I-2010 ekonomi tumbuh 5,9 persen dibandingkan dengan semester I-2009.

Pertumbuhan tak merata

Meski demikian, pertumbuhan ekonomi itu belum merata. Di Papua, misalnya, pada semester I-2010, pertumbuhannya minus 14,9 persen. Pertumbuhan negatif sebesar itu terjadi ”hanya” karena penurunan produksi PT Freeport.

Freeport dan pertambangan migas di daerah itu menopang 56,19 persen pertumbuhan ekonomi Papua. Namun, kenyataan membuktikan, seandainya produksi Freeport selalu meningkat pun, kesejahteraan rakyat Papua sama sekali tidak dapat semata disandarkan pada perusahaan milik asing itu. Pertumbuhan ekonomi yang berkualitas tidak akan pernah dapat dicapai tanpa memastikan APBN dan APBD berkualitas baik.

Di tingkat nasional, kemampuan pemerintah terbatasi oleh sempitnya ruang fiskal APBN. Pada periode 2005-2010, secara rata-rata 91 persen pendapatan dalam negeri digunakan untuk membiayai belanja mengikat, yakni transfer ke daerah, subsidi, belanja pegawai dan barang, serta pembayaran bunga utang.

Daya serap belanja kementerian dan lembaga pun belum optimal. Penyerapan belanja memang meningkat dari 76 persen pada 2005 menjadi 97,5 persen pada 2009. Akan tetapi, hampir 50 persen serapan terjadi pada tiga bulan terakhir.

Kualitas belanja daerah juga memprihatinkan. Dalam empat tahun terakhir, alokasi belanja modal di daerah turun dari Rp 105 triliun jadi Rp 96 triliun.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com