Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sudhamek AWS: Lompatan "Ini Kacangku"

Kompas.com - 27/08/2010, 07:43 WIB

Ayah itu terlibat sejak usaha kacang ini dibangun kakak-kakak. Ayah merestuinya. Ayah tadinya berdagang tapioka, hasil bumi di Jawa tengah. Ayah saya ikut campur sampai akhir tahun 1978. Ibu saya mendukung dengan merawat keluarga.

Semangat yang ditanamkan ayah dan ibu?

Kami punya semangat pendiri. Ini pelajaran yang diberikan orangtua, semacam mantra. Yang ada itu kemudian saya ambil esensinya. Seperti berlian begitulah. Di situ dikatakan, sebuah kesuksesan itu dimulai dari kejujuran, ketekunan, dan keuletan, yang diiringi dengan doa. Nilai semacam ini selalu ditekankan orangtua kami dan jangan lupa juga bersyukur. Semua ini lantas menjadi mantra bagi perusahaan ini dalam menapak bisnis.

Bahan baku kacang bagaimana?

Agrobisnis di Indonesia ini tantangan terbesar ada pada manajemen suplai. Harus diatur karena kuantitas juga problem, begitu juga kualitasnya. Padahal, di konsumen sana, kami muncul dengan merek tertentu dengan kualitas yang terjamin. Ini tantangan. Kami akhirnya mau tak mau juga harus masuk ke hulu. Ada perkebunan kami sendiri, ada yang kerja sama dengan petani. Model plasma dan inti seperti di kelapa sawit. Kami punya perkebunan kacang di Lombok, Nusa Tenggara Barat. Tanah di Jawa agak sulit. Di Lombok juga relatif mudah dalam berusaha. Juga minim gangguan, terutama dalam penelitian varietas unggul. Untuk penelitian ini, diperlukan waktu 27 bulan. Bangun pabrik bisa cepat paling beberapa bulan. Tetapi, untuk sebuah varietas, perlu lama karena ada uji multilokasi. Tanaman kacang itu sekitar 100 hari, uji lagi 100 hari lagi, sampai ditemukan benih yang betul-betul kami kehendaki. Lalu, ada sertifikat dari Departemen Pertanian. Biar jangan diambil pesaing, kacang itu perlu dilindungi.

Soal ekspor ke mana saja?

Kami ekspor ke banyak negara sekalipun dari sisi nilai belum sesuai yang diharapkan. Tetapi, kalau kita mau masuk dalam pemain internasional, proses evolusinya melalui beberapa tahapan. Ekspor dulu, kemudian mulai waralaba (franchise), kemudian usaha patungan, dan investasi langsung. Kalau sudah di banyak negara, menjadi perusahaan multinasional. Kami menggunakan kerangka ini. Ada yang mulai kami ekspor dan waralaba, seperti China. Namun, di beberapa negara lainnya mulai dengan usaha patungan atau investasi langsung.

Mengapa di China?

Perusahaan kami baru saja muncul sehingga agak terlambat ke China. Pasar di sana sudah penuh dengan pesaing (ketat), tetapi ada peluang. Ada sekitar 790 juta penduduk di pedesaan dan kini sedang digarap ekonominya. Mereka juga belum loyal pada produk tertentu. Jadi, peluangnya besar, apalagi 790 juta orang ini tiga kali dari jumlah penduduk kita. Kami mengakuisisi sebuah perusahaan lokal yang sudah punya jaringan distribusi. Merek kami kacang Garuda tetap dipakai di sana tentunya dengan penampilan setempat. Ini kan kebanggaan perusahaan, jadi tetap kami tonjolkan pada produk-produk kami di sana. Namun, merek lainnya juga dikembangkan sesuai riset pasar mana yang pas tentunya dengan logo kacang Garuda tetap ada.

Soal penerus?

Kini pendekatan kami manajemen modern berdasarkan kompetensi. Kalau anak stakeholder baik, kompeten, dan bisa bekerja keras, mengapa tidak. Daripada dia bekerja pada perusahaan lain. Tetapi, tetap kompetensi. Yang profesional juga harus kompetensi. Pokoknya yang terbaik yang akan dipilih. Saya sekarang juga sudah tidak terlalu terlibat. Saya lebih menanamkan nilai. Makanya, saya lebih banyak di perusahaan induk, Tudung Grup. (Pieter P Gero)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com