Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kami Mau Gas yang Aman dan Hemat

Kompas.com - 03/09/2010, 10:00 WIB

Ibu-ibu di Palembang yang beralih dari elpiji ke gas kota mengaku bisa menghemat biaya. Di daerah yang dekat dengan sumber gas alam seperti Palembang, harga gas alam yang disalurkan lewat pipa lebih murah daripada elpiji. Menurut Rahmawaty, dalam sebulan ia harus mengeluarkan biaya Rp 60.000 untuk membeli empat tabung elpiji seharga Rp 15.000 per tabung. Adapun biaya langganan gas alam hanya Rp 50.000 per bulan.

”Untuk keluarga yang pas-pasan seperti kami, selisih biaya Rp 10.000 tentu sangat berarti. Uang itu bisa disisihkan untuk keperluan dapur,” kata Rahmawaty.

Penggunaan gas alam rumah tangga ini juga lebih hemat jika dibandingkan dengan minyak tanah. Paling tidak, ini dirasakan oleh Fitri (35), warga Kelurahan Siring Agung, Palembang, yang juga sudah beralih menggunakan gas alam dari minyak tanah. Jika menggunakan minyak tanah, maka Fitri harus menghabiskan sekitar 30 liter per bulan. Dengan harga eceran Rp 2.500 per liter, uang yang harus dikeluarkannya sekitar Rp 75.000 per bulan.

”Sementara dengan pemakaian 20-25 meter kubik gas alam, saya hanya membayar Rp 25.000-Rp 30.000 per bulan. Jelas ini sangat mengurangi beban keuangan keluarga untuk membeli bahan bakar setiap bulan,” kata Fitri.

Selain hemat, gas yang disalurkan lewat pipa juga dinilai lebih aman karena tekanannya yang rendah. Yusransyah mengatakan, tingkat keamanan gas pipa antara lain didukung dengan penggunaan pipa baja dan penerapan sistem kenop sebagai pengatur tekanan gas dari pipa utama ke kompor.

Gas alam didistribusikan dari pipa utama menuju pipa-pipa sekunder. Pipa utama ini merupakan sambungan pipa berisi aliran gas dari stasiun gas milik pengelola, sementara pipa sekunder merupakan sambungan dari pipa utama menuju ke instalasi di rumah tangga.

Pengelola memasang meteran di antara pipa utama dan pipa sekunder. Cara kerja instalasi kenop ini tak ubahnya dengan penggunaan instalasi meteran air bersih dari PDAM, yakni untuk mengatur tekanan gas yang akan dialirkan ke dalam instalasi pipa sekunder.

”Pengguna tinggal menggunakan kompor gas standar. Kompor gas ini juga memiliki alat pengatur aliran gas dari pipa sekunder ke kompor,” kata Yusransyah.

Jika terjadi kebocoran gas di dalam instalasi pipa sekunder, pengguna sudah diingatkan agar segera menutup aliran gas dari pipa utama dengan cara memutar kenop pada instalasi meteran yang terpasang di depan rumah. Dengan demikian, kebocoran tidak akan merambat ke jaringan pipa utama.

”Seandainya terjadi kebocoran pada pipa utama, hal itu menjadi tanggung jawab pengelola. Pengelola juga punya alat pendeteksi kebocoran jaringan pipa sehingga bisa ditanggulangi dengan cepat,” kata Yusransyah.

Jaminan keamanan dan kemudahan cara pemakaian serta biaya operasional yang lebih hemat ini sebenarnya merupakan alternatif pendistribusian bahan bakar. Sayangnya, alternatif fasilitas gas—yang relatif aman—melalui pipa ini belum banyak dinikmati masyarakat. (dot)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com