Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

RI Hati-hati Hadapi Perdagangan Bebas

Kompas.com - 14/11/2010, 16:56 WIB

TOKYO, KOMPAS.com - Pemerintah Indonesia menyikapi secara berhati-hati rencana perwujudan kawasan perdagangan bebas Asia Pasific (Free Trade Area of Asia Pasific/FTAAP). Alasannya, pemerintah Indonesia harus mewujudkan kesiapan dan kapasitas daya saing industri Indonesia.

Dalam jangka pendek, pemerintah Indonesia berharap agar APEC mengoptimalkan kerjasama ekonomi yang telah berjalan selama ini di Asia Timur dan negara-negara Asia Tenggara seperti di antaranya Putaran Doha pertama. Namun, jangka panjang, bisa saja suatu saat APEC, mengarah pada kawasan perdagangan tersebut.

Wakil Presiden Boediono menyatakan hal itu saat memberikan keterangan pers di hotel tempatnya menginap di Tokyo, seusai menutup penutupan pertemuan Asia Pasific Economic Co-operation (APEC) di Yokohama, Jepang, Minggu (14/11/2010). Dalam keterangan itu, Wapres Boediono didampingi antara lain oleh Menko Perekonomian Hatta Rajasa, Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu, Menteri Keuangan Agus Martowardojo, Menteri Perindusrian MS Hidayat dan Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa.

"Yang penting sekarang ini adalah kerjasama ekonomi antar negara, terutama dalam pelaksanaan dari Putaran Doha yang kadangkala macet-macet," tandas Wapres.

Menurut Wapres, kerjasama ekonomi regional ini dapat dicapai dengan berbagai cara, yaitu dengan capaian integrasi ekonomi regional. "Building block-nya adalah ASEAN dan Asia Timur," tambah Wapres.

Empat dokumen

Sebelumnya, Wapres mengatakan, ada empat dokumen penting yang dihasilkan dari pertemuan APEC di Yokohama. "Empat dokumen penting itu adalah Visi Yokohama, Bogor dan Keluar, Pernyataan Kepala Pemerintahan atas Capaian Tujuan Bogor 2010, visi para pemimpin dunia untuk strategi pertumbuhan dan jalan menuju FTAAP," kata Wapres.

Hal yang sama disampaikan Hatta. "Sebaiknya kita fokus dulu pada Doha Round pertama agar bisa berjalan lancar dulu," lanjut Hatta.

Adapun Mari Elka menyatakan, yang penting sekarang ini adalah menyelesaikan putaran Doha pertama dan mengonsolidasi perjanjian perdagangan yang ada di ASEAN dan pra APEC yang bisa berperan lebih konkret lagi. "Indonesia kurang sepakat apabila FTAAP harus diwujudkan sekarang. Mungkin sebaiknya nanti saat di masa datang itu (FTAAP) bisa dilaksanakan," katanya lagi.

Lebih jauh Wapres Boediono mengatakan, upaya konkret peningkatan kerjasama ekonomi adalah penyusunan rencana aksi untuk "APEC Supply Chain Connectivity Framework". "Dari rencana aksi itu ada target konkret di antaranya perbaikan kinerja supply chain dalam kawasan APEC secara keseluruhan sampai 10 persen," tambahnya.

Wapres menambahkan, rencana aksi juga menyoroti tatacara berbisnis agar lebih transparan dan efisien pada tahuan 2015 sebesar 25 persen. "Ada lima area prioritas, yaitu prosedur memulai usaha, akses pada kredit, perdagangan lintas perbatasan, implementasi kontrak bisnis dan masalah perizinan," papar Wapres.

Hampir di ujung

Sementara, saat acara penutupan pertemuan ekonomi APEC di Conference Centre, Pacifico Yokohama, Minggu siang waktu setempat, posisi berdiri Wapres Boediono saat pernyataan kesimpulan akhir dari negara-negara (APEC) atau "Leaders Declaration", nyaris diletakkan di posisi ujung dari 21 kepala pemerintah yang menghadiri APEC.

Posisi berdiri Wapres Boediono, tepat sebelum Deputi Perdana Menteri Malaysia. Posisi Deputi PM Malaysia sendiri dan PM Papua New Gunea berada di posisi paling ujung kiri dan kanan dari Perdana Menteri Jepang Naoto Kan. Dalam pernyataan bersama itu, PM Jepang berada dipodium utama, yang diapit Presiden AS dan PM Singapura.

Dalam pernyataan bersama itu, PM Jepang menyampaikan kesimpulan dari pertemuan ekonomi negara-negara Asia Pasific, adanya kemajuan sejak 1994 sampai 2009 yaitu meningkatnya total perdagangan sampai 7,1 persen per tahun.

Adapun investasi asing yang masuk ke wilayah negara-negara Asia Pasifik meningkat 13 persen per tahun sejak 1994 sampai 2008 lalu. Sementara, tarif rata-rata per wilayah turun dari sebelumnya 10,8 persen tahun 1996 menjadi 6,6 persen tahun 2008. Indonesia sendiri sekarang dari 30 persen menjadi 6 persen.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com