Kegagahan kapitalisme ini memang diakui umumnya kalangan karena ia berhasil menciptakan kenikmatan individual, kesejahteraan ekonomi secara kolektif. Namun, kita juga tahu, kapitalisme menghadirkan jurang kesenjangan yang teramat lebar. Kekayaan satu korporasi nyaris sama dengan kekayaan sejumlah negara miskin. Inilah barangkali yang menjadi pangkal soalnya.
Harus diakui, kapitalisme, kendati dianggap sebagai jalan terang menuju kemakmuran, belum bisa menuntaskan problem kemiskinan dan pengangguran.
Dalam kapitalisme, kelas telah bersilih rupa menjadi sangat personal. Ikatan solidaritas lumer. Yang ada hanya ikatan-ikatan untuk mengeruk penguasaan materi setiap pribadi. Betapapun jahat ukuran hidup semacam ini, ia tetap menjadi pilihan negara-negara dunia.
Untuk itu, kapitalisme tampak membutuhkan sesuatu yang ”tidak kapitalistik”. Semacam off-capitalism yang dapat menjadi semacam rem atau kontrol berupa segugusan sistem etika dan nilai yang menjadi negasi atau setidaknya alternatif dari etika dan nilai kapitalistik. Etika dan nilai yang berpihak kepada orang miskin, yang kita paham, menjadi korban (struktural/sistemik) dari kapitalisme. Etika dan nilai yang mampu memberikan imperasi pada kapitalisme untuk bersikap adil. Dalam arti tidak hanya berpihak kepada
Barangkali gagasan ini klise. Namun, apa yang dapat diharap lebih dari itu. Karena kenyataannya, ternyata, kita tak bisa berbuat apa-apa ketika kapitalisme membuat apa-apa.
MOHAMMAD ERI IRAWAN Periset Ekonomi dan Kebijakan Publik