Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kopi Luwak, dari Tanam Paksa ke Oprah

Kompas.com - 19/12/2010, 12:09 WIB

Di daerah tertentu, lanjutnya, kopi sengaja disimpan hingga tujuh tahun semata-mata untuk menurunkan kadar kafein dan keasamannya.

Pernyataan senada dikemukakan Massimo Marcone, peneliti kopi dari Universitas Guelph, Kanada, sebagaimana dipublikasikan jurnal Food Research International. ”Pencernaan luwak otomatis menurunkan kadar protein sehingga menghasilkan rasa kopi yang unik dan kaya. Kopi ini karakteristiknya lembut, terkadang berasa cokelat atau karamel. Satu dari kopi terbaik di dunia,” paparnya. Marcone memfokuskan riset kopi luwaknya di Indonesia.

Dipelihara

Seiring ketenarannya, kopi luwak yang beredar di pasaran kini tidak lagi hanya merupakan hasil pencarian di alam terbuka, seperti di kebun kopi atau hutan. Sebagian besar bahkan dihasilkan dari tempat-tempat pemeliharaan luwak.

Di Way Mengaku, Liwa, misalnya, luwak yang terkenal liar dan buas dipelihara di dalam kandang di pekarangan rumah warga. Akan tetapi, yang dipelihara itu hanya yang jenis Paradoxurus dan Arctictis.

Musang luwak (Paradoxurus hermaphroditus) tercatat sebagai salah satu hewan yang biasa memakan buah kopi dan menghasilkan kopi terbaik. Hewan ini banyak ditemukan di perkebunan kopi dan hutan di Sumatera dan Jawa.

Luwak binturung (Arctictis binturong) menghasilkan kotoran yang lebih besar. Namun, saat ini musang ”beruang” termasuk hewan yang dilindungi.

Wahyu Anggoro (25), perajin kopi luwak di Way Mengaku, mengatakan, tak mudah memelihara hewan penghasil kopi terbaik itu. ”Tidak jarang luwak kabur setelah berhasil menggigiti penutup kandang yang terbuat dari kayu dan kawat. Berkaca dari pengalaman, kini tutup kandang umumnya dibuat dari bahan besi berdiameter 10 milimeter,” katanya.

Luwak juga tergolong hewan kanibal karena bisa saling membunuh jika ditaruh di dalam satu kandang. Oleh karena itu, umumnya binatang tersebut ditempatkan dalam kandang berukuran sekitar 1 meter x 1,5 meter secara terpisah.

Biaya tinggi

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com