Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Madu" atau "Racun" Cadangan Devisa

Kompas.com - 24/12/2010, 05:50 WIB

Diperkirakan, hanya sekitar 20 persen dari dana asing ke pasar saham yang bisa bergerak keluar-masuk dan menimbulkan tekanan. Karena itu, Bank Indonesia mengantisipasi gejala ini dengan menaikkan cadangan devisa untuk siap mengintervensi.

Situasi tersebut menunjukkan bentuk kepercayaan pada perekonomian Indonesia lima tahun ke depan, tanpa dipengaruhi faktor politik, siapa yang akan memimpin negeri ini. Situasi demokrasi yang dinamis memperkuat kepercayaan investor asing.

Deindustrialisasi

Dengan tingkat kepercayaan investor asing yang tinggi, apa yang dapat dimanfaatkan bagi pertumbuhan ekonomi kita? Indeks Harga Saham Gabungan sempat mencapai rekor 3.757 poin, tetapi mengapa pertumbuhan ekonomi diperkirakan hanya 6,5 persen. Bahkan, pada triwulan III- 2010 turun menjadi 5,8 persen. Bagaimana pertumbuhan ekonomi rendah itu akan menurunkan pengangguran dan mengentaskan orang miskin?

Para panelis sepakat, sebagian besar FDI hanya masuk ke sektor pertambangan yang diekspor sebagai barang mentah tanpa nilai tambah di dalam negeri. Yang diinvestasikan ke sektor manufaktur kurang dari 14 persen. Dana asing yang masuk ke portofolio juga lebih pada sektor pertambangan.

Kondisi ini diperparah dengan kredit perbankan ke sektor manufaktur yang hanya 16 persen, turun tajam daripada era Orde Baru yang mencapai 40 persen. Akibatnya, terjadi penurunan sektor industri atau deindustrialisasi. Padahal, sektor ini dikenal sangat banyak menyerap tenaga kerja.

Perbankan sejak krisis keuangan tahun 1997/1998 memang mendapat sorotan. Sikap kehati-hatian membuat bank selektif memilih sektor yang menjadi target kredit. Jika kredit diberikan, suku bunga juga mencekik. Saat ini suku bunga utama Bank Indonesia (BI Rate) terus dipertahankan pada 6,5 persen, tetapi suku bunga kredit perbankan bisa mencapai 12 persen atau bahkan lebih tinggi lagi.

Kredit ke sektor konsumsi kian deras karena semakin banyak orang berdaya beli (purchasing power parity) 3.000 dollar AS, bahkan hingga 3.600 dollar AS per tahun. Menyedihkan lagi, sebagian besar barang di pusat pembelanjaan dikuasai barang impor yang otomatis menyedot devisa.

Pada sisi lain, panelis menilai kebijakan Bank Indonesia belakangan ini yang mendorong kredit diharapkan akan membuat sektor manufaktur kembali bergairah. Kebijakan Gubernur BI Darmin Nasution mengaitkan Giro Wajib Minimum (GWM) dengan Loan to Deposit Ratio (LDR) membuat perbankan berpikir dua kali sebab GWM akan membesar persentasenya jika LDR mengecil.

Upaya mendorong kredit perbankan terutama ke sektor manufaktur ini tentu saja baik, sekalipun para panelis menyebutkan bahwa belakangan tekanan inflasi juga membuat harus segera menghitung langkah memperketat jumlah uang yang dipompa ke masyarakat. Kredit perbankan tentu saja menjadi pertimbangan yang harus diperketat. BI Rate dapat saja dinaikkan dari posisi 6,5 persen.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com