Jakarta, Kompas -
”Yang paling kuat itu. Salah satu opsi yang diminta Menteri BUMN adalah jatuh ke BUMN atau membentuk BUMN baru. Namun, instruksi Wapres, Inalum ditenderkan terbuka,” ujar Menteri Perindustrian MS Hidayat di Jakarta, Kamis (20/1).
Dengan tender terbuka, dapat dilihat secara transparan pihak yang memiliki kompetensi dan dapat mengelola Inalum dengan lebih baik. Fokus pemerintah saat ini, menurut Hidayat, menyelesaikan pengambilalihan Inalum dari Jepang ke pengelola asal Indonesia dengan segala implikasinya hingga 2013. Membicarakan pihak yang akan mengelola Inalum selanjutnya.
Menurut Hidayat, Indonesia akan mengambil alih Inalum pada 2013. ”Namun, harus didengarkan dulu catatan dan keberatan dari pihak Jepang,” ujarnya.
Inalum, perusahaan patungan Pemerintah Indonesia dan konsorsium perusahaan Jepang, Nippon Asahan Aluminium Co., Ltd, didirikan 1976. Inalum dibentuk sebagai perusahaan yang membangun dan mengoperasikan Proyek Asahan, atau yang membangun PLTA sekaligus pabrik peleburan alumunium.
Saat pendirian, saham RI 10 persen, dan Nippon Asahan Aluminium 90 persen. Sejak Februari 1998, saham RI menjadi 41,12 persen dan Jepang 58,88 persen. Aluminium yang diproduksi diekspor ke Jepang dan untuk pasar dalam negeri.
Menko Perekonomian Hatta Rajasa mengatakan, jika hasil negosiasi menunjukkan ada perpanjangan kontrak Jepang di Asahan, pemerintah akan menetapkan berbagai kondisi yang harus mereka penuhi.