BANDUNG, KOMPAS.com - Pemerintah harus segera memetakan persediaan energi primer hingga 20 tahun mendatang untuk mengantisipasi kebutuhan listrik yang terus membengkak. Jangan sampai mengulangi kesalahan Indonesia sebagai negara dengan kandungan energi primer tapi lebih mengu tamakan ekspor ke luar negeri.
Hal tersebut diungkapkan Pengamat Perminyakan, Kurtubi, di Bandung, Kamis (24/2/2011). "Pada 20 tahun mendatang, kebutuhan listrik di Indonesia diperkirakan mencapai 100.000 megawatt atau hampir 5 kali dari keseluruhan kapasitas terpasang dari pembangkit yang dipunya. Indonesia harus memiliki perencanaan yang matang untuk memenuhi kebutuhan tersebut, salah satunya dengan memetakan kandungan energi primer yang dimiliki seperti batubara maupun gas alam," katanya.
Dia melanjutkan, Indonesia sangat berpotensi untuk bisa mengatasi tantangan tersebut karena memiliki cadangan sumber daya alam yang sangat melimpah seperti batu bara maupun panas bumi. Hanya saja, dia meminta pemerintah mengutamakan kebutuhan dalam negeri ketimbang menjualnya ke luar negeri karena tergiur keuntungan semata.
Potensi panas bumi, ujar Kurtubi, juga tidak kalah melimpah di Indonesia dengan cadangan yang tersebar di Sumatera, Jawa, dan Bali. Dari seluruh kandungan yang dimiliki, diperkirakan hanya termanfaatkan 5 persen saja. Beberapa wilayah yang memiliki kandungan panas bumi, khususnya di Jawa, berada di wilayah Perhutani maupun Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) sehingga terganjal peruntukan wilayah.
Wakil Rektor Institut Teknologi Bandung, Wawan Gunawan, menuturkan bahwa ada beberapa versi mengenai peningkatan kapasitas seperti Dewan Energi yang menyebut 8.000-10.000 MW per tahun, ada pula PLN yang menyebut 7.000 MW per tahun. Untuk itu, pihaknya menaruh perhatian untuk berpartisipasi dalam masalah tersebut.
Pendiri Medco Energy, Arifin Panigoro, menyebut bahwa kebutuhan hingga 100.000 MW jangan dilihat sebagai tantangan saja, melainkan kesempatan untuk pertumbuhan ekonomi. Untuk mencukupi kebutuhan listrik itu, membutuhkan ribuan proyek pembangkitan listrik yang tersebar di seluruh Indonesia. Tentunya menjadi nilai tambah yang luar biasa.
Roadmap kelistrikan
Dalam kesempatan yang sama, Arifin menuturkan bahwa pihaknya bekerja sama dengan ITB untuk mengumpulkan karya tulis dari selur uh mahasiswa yang bisa berkontribusi terhadap rencana kelistrikan Indonesia. ITB juga bakal mengadakan seminar yang diikuti para pemangku kebijakan kelistrikan, termasuk legislatif maupun pemerintah untuk bersama-sama menyusun roadmap kebijakan kelistrikan.
Menurut Arifin, perencanaan jangka panjang harus dimulai sejak dini. Jangan sampai pemerintah membuat kebijakan instan begitu menyadari masalah energi di depan mata. Hasilnya bisa dipastikan berupa kegagalan. Seminar tersebut akan digelar pada bulan Mei.
"Seminar ini diharapkan bisa menjadi sumbangan nyata perguruan tinggi kepada ketenagalistrikan nasional, memberi penyadaran bahwa hal itu adalah tulang punggung ekonomi nasional," kata Wawan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.