Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tak Cocok buat Padat Karya

Kompas.com - 01/03/2011, 03:12 WIB

”Paling hanya industri garmen yang mengejar target pemesanan yang berani beroperasi pada saat beban puncak. Kalau shift malam diterapkan hanya demi mengejar insentif 20 persen, industri garmen berisiko tinggi. Bisa-bisa bukan hanya produknya tidak berkualitas atau sesuai order, melainkan juga risiko ngantuk bagi buruh yang terpaksa bekerja malam. Ini juga persoalan insentif upah bagi buruh,” ujarnya.

Secara terpisah, Presiden Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia Rekson Silaban meminta semua pihak menanggapi ide PLN tersebut secara terbuka. Pengusaha yang ingin berhemat bisa memanfaatkan diskon tarif dasar listrik tengah malam dari PLN.

”Biar tetap menjadi opsi yang bebas. Namun, untuk pekerja agak rumit karena undang-undang sudah mengatur jam kerja sehingga kalau jam operasi industri berubah, ada konsekuensi upah lembur,” ujar Rekson.

Pengamat kelistrikan Fabby Tumiwa menyatakan, PLN tidak boleh menaikkan ataupun menurunkan tarif listrik karena penetapan tarif merupakan urusan regulasi. ”Ini seperti kebijakan daya max yang dipersoalkan karena tidak sesuai aturan perundang-undangan,” kata dia.

Fabby juga menilai, implementasi kebijakan itu akan kurang efektif sebab peningkatan pemakaian listrik waktu beban puncak justru didominasi kelompok pelanggan rumah tangga dan bisnis. Selain itu, insentif tarif listrik itu juga hanya akan menguntungkan industri yang beroperasi 24 jam dan memiliki tingkat konsumsi listrik tinggi.

Ketua Perhimpunan Pengusaha Tekstil Majalaya Kabupaten Bandung Deden Suwega menyatakan, rencana penurunan tarif listrik itu baru wacana dan belum ada realisasi. Ia menilai, hal itu bakal membantu bila pabrik tidak terhantam kenaikan bahan baku dan lesunya pemasaran.

”Pabrik yang mengoperasikan seluruh mesinnya bakal terbantu dengan kebijakan ini,” kata Deden.(OSA/ELD/AHA/MAS/ HAM/EVY)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com