Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ligwina, Selalu "Ngurusin" Duit

Kompas.com - 24/05/2011, 07:06 WIB

KOMPAS.com — Saya ingin jadi pengusaha wanita yang mengurusi uang orang. Itulah kalimat yang terucap oleh Ligwina Poerwo-Hananto, founder PT Quantum Magna, perusahaan penyedia jasa perencana keuangan, ketika ditanya mengenai pekerjaan apa yang diingininya selepas masa studi berakhir.

"Waktu SMU, saya pernah di-interview sama majalah sekolah. Dan, waktu saya ditanya, jawabannya saya pingin jadi business woman yang ngurusin duit orang. Padahal, saya nggak tahu ada profesi itu," ungkap Ligwina kepada Kompas.com seusai menjadi pembicara dalam acara "Women in Business Prospective 2011" di Jakarta, Jumat (20/5/2011).

Pekerjaan itu sebenarnya tidak jauh-jauh dari pengalamannya yang sering menjadi bendahara sewaktu masa studi. "Saya pernah bekerja di bank, lalu pindah ke agensi. Tetap yang diurusin duit gitu," ujar perencana keuangan independen yang meraih gelar sarjana dari Curtin University of Technology Jurusan Finance and Marketing ini.

Dulu, lanjut wanita yang kerap tampil di televisi ini, tidak ada yang namanya profesi perencana keuangan. Profesi ini baru muncul di Indonesia dalam sepuluh tahun terakhir. Profesi ini pun tidak serta-merta ia tekuni langsung setelah lulus dari studi strata satunya. Justru ketika ia sedang berperan menjadi ibu rumah tangga, ibu beranak dua ini kemudian berpikir menjadi perencana keuangan. "Waktu ngobrol sama teman, sama keluarga, saudara, ternyata saya bisa menerangkan keuangan dengan sangat ringan. Dan mereka senang," sebutnya.

Dengan dorongan suaminya, ia pun melanjutkan studi ke jenjang pascasarjana di IPMI Business School Jurusan MBA Investment Management. Dilanjutkan dengan sejumlah program singkat, dengan itu ia mendapatkan sertifikat financial planner hingga wealth manager. "Tahun 2003, baru saya buka praktik," ungkap wanita  yang sebelumnya pernah mencoba bisnis garmen baju muslim hingga sarung bantal ini. 

Setelah menjalani sejumlah studi terkait perencana keuangan, itu pun tidak menjamin kesuksesan dalam menjaring klien. "Waktu itu kita kirim SMS ke 100 orang, yang balas empat orang, dan hanya satu orang yang jadi klien," ungkapnya sembari tertawa.

Karena rasa senang dan keseriusan, ia tetap berjuang mengembangkan usahanya tersebut. "Saya nggak mau ini hanya firma kecil yang isinya hanya tiga orang, yang akhirnya cuma jadi perencana keuangan," katanya.

Karena itu, perusahaan pun tidak dinamakan berdasarkan nama dirinya. Dengan maksud, ia akan mempunyai tim sehingga tidak bekerja sendiri. "Yang kelihatan keluar memang kelihatannya cuma saya. Tapi, sebetulnya di belakang layar itu ada satu tim yang sangat solid," tuturnya.

Mengenai usaha perencana keuangan, ia menyebutkan, usaha ini belum ada pada masa ia memulainya. Saat itu, ia menyebutkan, sudah ada sejumlah seminar mengenai bagaimana merencanakan keuangan.

Namun, lanjutnya, seminar tidak efektif. Dengan jasa perencana keuangan, klien akan dibuatkan rencana keuangannya dan akan terus diingatkan apakah sudah mempraktikkannya atau belum.

Kesulitan dalam menjaring klien menjadi hambatan baginya. Ini mengingat tidak mudah meyakinkan masyarakat untuk mau menjadi klien. Ia mengumpamakan, seorang dokter yang dipercaya tentu harus mempunyai banyak pasien. "Siapa sih kamu mau jadi perencana keuangan saya kalau tidak punya kredibilitas," ucapnya.

Oleh karena itu, ia pun memulainya dengan menjadikan keluarga dan teman dekat sebagai klien. Setelah itu, ia pun mencari alternatif untuk mengejar kredibilitasnya, yaitu dengan membuat program keuangan melalui siaran radio di Hard Rock FM. "Karena dulu belum ada online media, maka radiolah yang paling kuat," ungkapnya.

Sekarang, ujarnya, perencana keuangan independen telah berkembang pesat. Bahkan telah mempunyai Independent Financial Planner Club (IFPC), yang menaungi 11 firma. "Ini menunjukkan, sudah ada minat orang mau jadi perencana keuangan independen," katanya.

Ia menambahkan, perencana keuangan independen ini berarti tidak bergantung pada produk. Dengan demikian, tidak ada conflict of interest seperti halnya perencana keuangan yang dependen, yang biasanya mempunyai target penjualan produk.

Mencari seorang perencana keuangan pun termasuk kendala lainnya. "Kita harus cetak sendiri dari nol. Tidak ada planner tersedia," cetusnya.

Ia mengatakan, seseorang yang berkerja di bank sekian tahun belum tentu bisa menjadi perencana keuangan mengingat profesi ini menuntut ilmu finansial yang luas, mulai dari bank hingga saham. "Tugas kita adalah memberikan edukasi ke masyarakat. Jadi luas sekali sebetulnya," tambahnya.

Maka, ia pun tidak membatasi bisnisnya sebagai perencana keuangan. Ia menyebut bisnisnya sebagai bisnis yang mempromosikan wawasan finansial.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com