Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Heppy Trenggono dan "Beli Indonesia"

Kompas.com - 29/05/2011, 16:35 WIB

KOMPAS.com — Generasi muda yang ingin menjadi wirausaha harus melawan budaya yang tumbuh dalam masyarakat, yakni malu untuk menjual produknya. Presiden Indonesia Islamic Forum (IIBF) Heppy Trenggono mengatakan, bangsa Indonesia akan menjadi bangsa yang jaya bukan karena militer atau jumlah penduduknya, tetapi diperhitungkan dari tingkat perekonomiannya. Untuk itu mulai sekarang mentalitas sebagai wirausaha perlu dibangkitkan di kalangan generasi muda.

Heppy yakin generasi muda itu merupakan calon wirausaha hebat pada masa mendatang yang menggelorakan perekonomian bangsa ini. Untuk sampai ke cita-cita itu, IIBF berupaya menciptakan pengusaha-pengusaha muda yang sangat andal.

Melalui program One Month Entrepreneur, IIBF menciptakan puluhan calon pengusaha tangguh yang merupakan cikal bakal munculnya pengusaha muda kreatif. Menurut Heppy, selama ini banyak pengusaha kita yang memulai dan menjalankan bisnis tanpa ilmu dan keterampilan bisnis. "Bahkan, banyak yang tidak mengerti language of business. Inilah penyebab angka kejatuhan bisnis sangat tinggi," tegasnya.

IIBF juga memberikan tambahan entrepreneurship nation yang mengandung makna. Entrepreneur tidak hanya dibutuhkan oleh pengusaha, tetapi juga oleh generasi muda, para pemimpin, dan pemerintah. "China dan Amerika Serikat tidak akan diperhitungkan dunia jika para pemimpinnya tidak memiliki jiwa entrepreneurship," ujarnya lagi.

Aktivitas ini dilakukan Heppy karena gerakan ekonomi Indonesia sangat lamban dibandingkan dengan negara-negara lain. "Kita sangat dimanjakan dengan produk-produk luar negeri. Padahal, bila kita mendapat kesempatan dan pemerintah sepakat untuk menggunakan produk dalam negeri, ekonomi kita pasti akan bangkit," kata Heppy.

Heppy menambahkan, dulu bangsa Indonesia dijajah bangsa asing, sekarang kehidupan bangsa Indonesia dikuasai oleh produk-produk bangsa asing. "Hampir semua kebutuhan hidup kita dibuat oleh orang asing. Misalnya, 92 persen produk teknologi yang kita pakai buatan asing, 80 persen pasar farmasi dikuasai oleh asing pula, 80 persen pasar tekstil juga dikuasai bangsa asing,” katanya lagi.

Padahal, dengan 237 juta penduduk, Indonesia merupakan pasar besar yang sangat bisa diandalkan. Di sisi lain, dengan jumlah penduduk sebanyak ini juga sangat menakutkan bila bangsa ini bangkit menjadi negara produsen. Untuk itu, Heppy berupaya membangkitkan semangat dan karakter bangsa Indonesia ini untuk bangga dan cinta akan produk dalam negeri. Ia mulai berkeliling daerah atau kota-kota besar menggelorakan gerakan "Beli Indonesia". Gagasan ini telah didukung oleh sejumlah pengusaha sukses di Indonesia yang tergabung dalam IIBF.

Menurut Heppy, Indonesia saat ini tercatat sebagai negara konsumtif nomor dua (AC Nielsen). Ini salah satu faktor pendukung Indonesia menjadi surga bagi produk asing yang ditandai dengan membanjirnya produk-produk luar negeri dengan mengesampingkan produk lokal serta menggulingkan pabrik-pabrik yang membuatnya. Menurut catatan, tahun 2005 terhitung 429 pabrik kolaps, hanya dalam kurun waktu tiga tahun kemudian 200 pabrik di antaranya harus gulung tikar. Tahun 2010 Indonesia mengalami defisit perdagangan dengan China sebesar Rp 53 triliun.

Ia memberikan contoh, sebuah perusahaan asing menguasai pasar air dalam kemasan meraup penjualan sekitar Rp 10 triliun per tahun. Sebuah perusahaan minuman ringan menguasai 40 pasar minuman dalam negeri ini dan berhasil menyedot penjualan sekitar Rp 10 triliun per tahun. Perusahaan sampo, pasta gigi, sabun, dan sejenisnya meraup sekitar Rp 20 triliun per tahun.

Masih menurut Heppy, ada sebuah perusahaan susu formula mengendalikan 80 persen petani di Indonesia. Menguasai 50 persen dari berbagai merek susu berhasil mengeruk penjualan Rp 200 triliun per tahun. Sedangkan produksi lokal sangat sulit untuk menembus pasar supermarket dengan potongan harga sangat tinggi. Ditegaskan Heppy, "Beli Indonesia" merupakan sebuah konsep perang semesta untuk membangkitkan ekonomi dalam negeri.

Heppy optimistis, bila seluruh rakyat Indonesia sepakat menggunakan produk dalam negeri, masyarakat Indonesia akan makmur dalam waktu relatif singkat. "Kini Indonesia tertinggal dari negara tetangga, Singapura, apalagi Jepang yang mengalami kehancuran setelah Nagasaki dan Hiroshima dibom pada akhir Perang Dunia II lalu," tegasnya.

Menurut Henpy, kini saatnya membangun dan membela negeri sendiri. Caranya dimulai dengan membeli produk buatan negeri sendiri. Inilah pertahanan terakhir menghadapi gempuran produk asing untuk menghindari bencana ekonomi pada masa mendatang. Membeli produk sendiri berarti membela bangsa dan saudara sendiri. "Jika industri kita tumbuh, anak-anak negeri ini tidak perlu pergi ke luar negeri menjadi TKI karena mereka mudah mencari pekerjaan di dalam negeri sendiri," tambahnya.

Heppy pun mengajak semua pihak untuk ikut berkampanye "Beli Indonesia". Gerakan "Beli Indonesia" membangkitkan tiga sikap perjuangan bangsa, yaitu membeli produk Indonesia, membela bangsa Indonesia, dan menghidupkan semangat persaudaraan.

Untuk mewujudkan tekad "Beli Indonesia" ini, Heppy dengan didukung para pengusaha, tokoh masyarakat, dan masyarakat pada umumnya akan menggelar Kongres Kebangkitan Ekonomi Indonesia di Solo, Jawa Tengah, tanggal 22-26 Juni 2011.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Soarl Rencana Kenaikan Tarif KRL, Anggota DPR: Jangan Sampai Membuat Penumpang Beralih...

Soarl Rencana Kenaikan Tarif KRL, Anggota DPR: Jangan Sampai Membuat Penumpang Beralih...

Whats New
Menteri ESDM Pastikan Perpanjangan Izin Tambang Freeport Sampai 2061

Menteri ESDM Pastikan Perpanjangan Izin Tambang Freeport Sampai 2061

Whats New
Pertumbuhan Ekonomi 5,11 Persen, Sri Mulyani: Indonesia Terus Tunjukan 'Daya Tahannya'

Pertumbuhan Ekonomi 5,11 Persen, Sri Mulyani: Indonesia Terus Tunjukan "Daya Tahannya"

Whats New
“Wanti-wanti” Mendag Zulhas ke Jastiper: Ikuti Aturan, Kirim Pakai Kargo

“Wanti-wanti” Mendag Zulhas ke Jastiper: Ikuti Aturan, Kirim Pakai Kargo

Whats New
Astra Honda Motor Buka Lowongan Kerja untuk D3-S1, Simak Kualifikasinya

Astra Honda Motor Buka Lowongan Kerja untuk D3-S1, Simak Kualifikasinya

Work Smart
Jadwal Lengkap Perjalanan Ibadah Haji 2024

Jadwal Lengkap Perjalanan Ibadah Haji 2024

Whats New
Kasus SPK Fiktif Rugikan Rp 80 Miliar, Kemenperin Oknum Pegawai yang Terlibat

Kasus SPK Fiktif Rugikan Rp 80 Miliar, Kemenperin Oknum Pegawai yang Terlibat

Whats New
Laba Bersih Avrist Assurance Tumbuh 18,3 Persen pada 2023

Laba Bersih Avrist Assurance Tumbuh 18,3 Persen pada 2023

Whats New
Mendag Zulhas Usul HET Minyakita Naik Jadi Rp 15.000 Per Liter

Mendag Zulhas Usul HET Minyakita Naik Jadi Rp 15.000 Per Liter

Whats New
Marak Modus Penipuan Undangan Lowker, KAI Imbau Masyarakat Lebih Teliti

Marak Modus Penipuan Undangan Lowker, KAI Imbau Masyarakat Lebih Teliti

Whats New
Vira Widiyasari Jadi Country Manager Visa Indonesia

Vira Widiyasari Jadi Country Manager Visa Indonesia

Rilis
Ada Bansos dan Pemilu, Konsumsi Pemerintah Tumbuh Pesat ke Level Tertinggi Sejak 2006

Ada Bansos dan Pemilu, Konsumsi Pemerintah Tumbuh Pesat ke Level Tertinggi Sejak 2006

Whats New
Peringati Hari Buruh 2024, PT GNI Berikan Penghargaan Kepada Karyawan hingga Adakan Pertunjukan Seni

Peringati Hari Buruh 2024, PT GNI Berikan Penghargaan Kepada Karyawan hingga Adakan Pertunjukan Seni

Whats New
Kemenperin Harap Produsen Kembali Perkuat Pabrik Sepatu Bata

Kemenperin Harap Produsen Kembali Perkuat Pabrik Sepatu Bata

Whats New
IHSG Naik Tipis, Rupiah Menguat ke Level Rp 16.026

IHSG Naik Tipis, Rupiah Menguat ke Level Rp 16.026

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com