JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) menyatakan, setiap perusahaan yang tidak mampu untuk mempertahankan bisnisnya sehingga harus menutup operasinya dan merumahkan karyawan tetap harus memberikan hak karyawan sesuai peraturan.
Hal itu diungkapkan oleh Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrialis dan Jaminan Sosial Ketenagakerjaan Kemenaker Indah Anggoro Putri untuk merespons soal penutupan pabrik sepatu Bata.
“Prinsipnya dari Kemenaker kalau memang bisnis atau usaha sudah tidak bisa dipertahankan alias bangkrut maka semua hak pekerja harus diberikan sesuai peraturan. Dan semua itu harus disepakati,” ujarnya saat dihubungi Kompas.com, Senin (6/5/2024).
Baca juga: Rugi Terus, Pabrik Sepatu Bata di Purwakarta Tutup
Pada tahun 2022, perusahaan mencatat kerugian sebesar Rp 60,63 miliar. Tahun sebelumnya atau tahun 2021, rugi usaha Sepatu Bata senilai Rp 58,21 miliar.
Per akhir Desember tahun 2022, BATA harus menanggung rugi tahun berjalan yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk naik sebesar Rp 106,95 miliar. Angkanya jauh meningkat dari semula Rp 51,20 miliar di tahun 2021.
Sementara untuk periode per 31 September 2023, BATA juga masih rugi Rp 80,44 miliar. Makin bengkak 295 persen dari periode yang sama tahun lalu yang mencatat rugi Rp 20,33 miliar.
Baca juga: Siapa Sebenarnya Pemilik Sepatu Bata?
Direktur Sepatu Bata Hatta Tutuko mengaku, pihaknya sudah melakukan berbagai usaha agar pabrik di Purwakarta tetap bertahan.
"PT Sepatu Bata Tbk telah melakukan berbagai upaya selama empat tahun terakhir di tengah kerugian dan tantangan industri akibat pandemi dan perubahan perilaku konsumen yang begitu cepat," ungkap Hatta.
Secara spesifik, ia menyebutkan, model-model sepatu dan produk alas kaki lain yang diproduksi dari fasilitas produksi Purwakarta sudah mengalami permintaan penurunan di pasar.