Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perjanjian Pajak Migas Ditinjau

Kompas.com - 21/07/2011, 02:59 WIB

Jakarta, Kompas - Kementerian Keuangan memerintahkan Direktorat Jenderal Pajak meninjau kembali perjanjian perpajakan antardua negara (tax treaty) sesuai perkembangan. Perbedaan pandangan prinsip perjanjian perpajakan dan royalti pengalihan pengelolaan yang tidak sepaham menimbulkan persoalan perhitungan pajak minyak dan gas bumi.

Hal itu dikemukakan Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Fuad Rahmany dalam Rapat Kerja dengan Komisi XI DPR di Jakarta, Rabu (20/7).

Hadir dalam kesempatan itu Kepala Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) R Priyono serta Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Mardiasmo.

Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengumumkan ada 14 perusahaan asing migas yang menunggak pajak. Kepala Divisi Hubungan Masyarakat, Sekuriti, dan Formalitas BP Migas Gde Pradnyana menyatakan, tunggakan pajak yang dimaksud KPK adalah perselisihan pajak perseroan serta pajak atas bunga, dividen, dan royalti (Kompas, 20/7).

Fuad Rahmany menjelaskan, peninjauan ulang perjanjian perpajakan itu dilakukan karena usia perjanjian perpajakan rata-rata dibuat 10 tahun yang lalu. ”Kalau dibandingkan dengan keadaan sekarang pastinya berbeda, sehingga perjanjian pajak ini bisa dilakukan renegosiasi dengan keadaan saat ini,” kata Fuad.

Perbedaan pandangan

Terkait pajak minyak dan gas bumi, Fuad menilai, ada perbedaan pandangan antara kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) migas dengan pemerintah dalam perhitungan pajak. KKKS menyerahkan 85 persen sesuai porsi yang tercantum dalam kontrak bagi hasil. ”Gentleman’s agreement (kesepakatan yang dibuat atas dasar kepercayaan) yang kami dengar menyebutkan bahwa 85 persen itu porsinya pemerintah,” jelasnya.

Priyono juga mengakui perselisihan muncul karena prinsip perjanjian perpajakan dan royalti pengalihan pengelolaan yang tidak pernah sepaham. Perusahaan migas menerapkan tarif branch profit tax, yaitu pajak penghasilan Pasal 26 atas laba setelah pajak yang diperoleh bentuk usaha tetap. Branch profit tax diatur dalam perjanjian penghindaran pajak berganda antara Indonesia dan negara domisili kontraktor yang dapat lebih rendah dari ketentuan 20 persen.

”Dengan demikian, konsep 85:15 dalam kontrak bagi hasil tidak sepenuhnya tercapai. Setiap tahun pemeriksaan, BPKP melaporkan adanya kekurangan pembayaran pajak oleh KKKS,” kata Priyono.

Tidak bentuk panitia kerja

Anggota Komisi XI DPR dari Fraksi PDI-P, Arif Budimanta, menyatakan, komisinya memutuskan tidak membuat panitia kerja untuk membahas persoalan pajak migas. Komisi XI DPR memilih mendalami persoalan ini, mendukung Kementerian Keuangan sebagai penanggung jawab persoalan pajak migas, dan mendorong renegosiasi ulang kontrak migas.

Di Pekanbaru, Riau, Wakil Menteri Keuangan Anny Ratnawati akan mempelajari lebih lanjut sekaligus ingin mendapatkan kejelasan dari KPK terkait jenis tunggakan yang belum masuk ke kas negara apakah terkait tunggakan pajak atau penerimaan negara bukan pajak. (BEN/OIN)

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com