Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sri Mulyani Berbagi Pengalaman Krisis

Kompas.com - 10/08/2011, 18:04 WIB

Menurut mantan Menkeu ini, di Indonesia, sekitar seratus undang-undang baru ditandatangani dalam kurun 18 bulan, meliputi segala bidang, dari kebebasan pers hingga pemilihan umum, korupsi, desentralisasi, dan persaingan usaha. Kita juga meratifikasi legislasi keuangan publik dan mengukuhkan kedaulatan bank sentral.

Sri Mulyani menambahkan, pemimpin-pemimpin baru juga perlu mengantisipasi dan mengelola segala tantangan. Pada masa pascarevolusi, harapan publik akan menjulang tinggi dan rintangan untuk mewujudkan harapan tersebut sangat besar. "Saya tahu dari pengalaman pribadi bahwa kita tidak selalu mendapatkan hasil yang terbaik. Kita harus berkompromi dan menerima hasil terbaik yang dapat dicapai pada saat itu," jelasnya.

Ancaman keamanan juga merupakan salah satu tantangan yang paling serius pada masa transisi. Rasa nasionalisme akan menguat, dan sentimen ini akan dieksploitasi para politisi dan kelompok-kelompok yang berkepentingan. Reformasi membutuhkan waktu, dan para birokrat lama belum tentu mampu menerapkannya.

"Di Indonesia kita menggunakan beragam inovasi untuk menanggulangi dilema semacam itu. Contohnya, kita menunjuk hakim independen untuk pimpin sidang kepailitan dan korupsi karena para hakim karier sudah ternoda. Sama halnya ketika kita memulai program padat karya sebagai bagian dari agenda pro-miskin: kita meminta masyarakat untuk memimpin proses," paparnya.

"Dalam wacana yang lebih luas, pemimpin-pemimpin baru berada dalam posisi yang pas untuk memastikan kinerja ekonomi yang baik. Mereka memiliki tanggung jawab untuk memulihkan perekonomian dan menciptakan iklim yang kondusif bagi pengusaha, terutama dari sektor usaha kecil dan menengah, yang banyak menciptakan lapangan kerja. Perlu kita ingat, revolusi yang baru-baru ini terjadi diawali oleh aksi bakar diri seorang penjual buah dari Tunisia yang dilecehkan oleh pihak yang berwenang," tulis Sri Mulyani.

"Namun, pertumbuhan ekonomi tak akan berkelanjutan tanpa akuntabilitas dan inklusi sosial, dan pemerintahan baru sering kali dihadapi pilihan sulit dalam rangka melindungi kaum miskin dan rentan. Mereka mungkin perlu menghapus subsidi-subsidi salah arah agar ada cukup anggaran untuk mendanai program-program pemberantasan kemiskinan yang lebih terarah," demikian Sri Mulyani.

 

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com