Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sentra Batik dan Pusat Jajanan Dipenuhi Pemudik

Kompas.com - 03/09/2011, 03:21 WIB

Solo, Kompas - Selama liburan Lebaran, sentra batik di Kota Solo, Jawa Tengah, ramai dikunjungi pembeli, terutama para pemudik dari Jakarta dan Bandung yang sedang pulang ke Solo dan sekitarnya. Umumnya para pembeli memborong batik sebagai oleh-oleh bagi kerabat dan sahabat mereka.

Ramainya kunjungan pembeli berdampak pada omzet penjualan batik di tingkat perajin ataupun pedagang di Pasar Klewer, Solo, meningkat tajam hingga hingga lima kali lipat dari biasanya. Saking larisnya, beberapa pedagang sampai kehabisan stok batik.

Kosidah, perajin dan pedagang batik di Kampung Batik Kauman, misalnya. Pada hari biasa, omzet penjualannya maksimal Rp 1 juta per hari, tetapi selama seminggu terakhir ini omzetnya menembus Rp 5 juta.

”Hari Selasa (30/8) omzet penjualan batik di toko saya mencapai Rp 11 juta,” ujar Kosidah, pemilik toko Rumah Batik Bagas ini, Jumat (2/9).

Pembeli yang berdatangan biasanya membeli batik dalam jumlah banyak. Paling laris baju wanita. ”Beberapa kali stok 100-200 potong daster batik langsung habis dalam waktu satu hari,” ujar putri pemilik kios batik Putri Fery di Pasar Klewer.

Yuni (50), warga Bandung yang mengunjungi keluarganya di Solo, mengaku sengaja datang ke Pasar Klewer untuk membeli baju batik bagi anak dan cucunya, serta kerabat yang jauh sebelumnya sudah meminta dibawakan oleh-oleh baju batik khas Solo.

Pusat jajanan khas

Di Kota Semarang (Jawa Tengah), Kota Probolinggo, Madiun, dan Magetan (Jatim), pusat oleh-oleh atau pusat jajanan juga diserbu pemudik yang hendak pulang ke kota tempat mereka bekerja.

Pusat oleh-oleh di kawasan Jalan Pandanaran, Semarang, hingga Jumat kemarin dipenuhi pengunjung yang membeli kue wingko babat, lumpia, bandeng presto, dan makanan khas lainnya.

Wiko Wijanarko (45), pedagang wingko babat, mengatakan, selama libur Lebaran, setiap hari dia mampu menjual 250-300 tas wingko babat, Padahal, pada hari biasa hanya terjual 25-30 tas. Satu tas berisi 20 bungkus wingko babat yang dijual seharga Rp 10.000.

”Setiap hari saya menyediakan 5.000 hingga 6.000 bungkus wingko babat,” kata Wiko.

”Biasanya saya membeli bandeng presto, lumpia, dan wingko babat. Di tengah perjalanan ke Bekasi, kami kerap menyantap lumpia dan wingko babat,” kata Sutarno (45), warga Bekasi yang mudik ke Ambarawa, Kabupaten Semarang, Jateng.

Di Kota Madiun, hingga kemarin, warga memadati pusat penjualan makanan khas Madiun di Jalan Pahlawan, Jalan Panglima Sudirman, Jalan Citandui, dan Jalan Salak. Kebanyakan orang membeli makanan khas Madiun, seperti brem, bolu, sambel pecel, dan kerupuk puli atau kerupuk nasi. Omzet penjualannya naik hingga lima kali lipat.

Di Pacitan, para pembeli memborong penganan, seperti sale pisang, jenang, klanting, dan kolong. Keramaian juga terlihat di toko penjualan penganan khas di Magetan.

Pusat oleh-oleh di daerah Ketapang, Kota Probolinggo (menjelang pintu keluar kota) juga ramai dikunjungi pengunjung. Di tempat tersebut berbagai jajanan khas Probolinggo dijual, seperti tape bondowoso, aneka jenis kerupuk, dodol mangga, dan rengginang.

”Mereka biasanya lewat di sini dan membeli oleh-oleh khas, seperti tape bondosowo,” ujar Halimah, salah satu pemilik toko oleh-oleh di daerah Ketapang.

(EGI/HEN/NIK/DIA)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com