Jakarta, Kompas -
Demikian diungkapkan Direktur Jenderal Bina Usaha Kehutanan Kementerian Kehutanan Iman Santoso di Jakarta, Senin (26/9). Iman memimpin delegasi Pemerintah Indonesia ke Brussel, Belgia, untuk sosialisasi VPA kehutanan kepada pejabat Kedutaan Besar RI dan pejabat ekonomi perwakilan di negara-negara Eropa, 14-16 September.
Iman juga bertemu Direktur Jenderal Lingkungan Uni Eropa Karl Falkenberg, melanjutkan pertemuan Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan dan Komisioner Perdagangan Uni Eropa Karel de Gucht di Jakarta, 4 Mei 2011. Dalam kesempatan itu, Iman menyampaikan kekhawatiran kemungkinan Uni Eropa membuat VPA dengan Malaysia, yang tidak memasukkan Sabah dan Sarawak dalam nota perjanjian itu.
”Kalau ada kayu bernilai tinggi yang khas Indonesia tetapi dilegalisasi negara lain, misalnya merbau, kami minta supaya jangan dibiarkan masuk ke pasar Eropa. Mereka menjamin hal itu tidak akan terjadi,” ujarnya.
Malaysia dan Eropa sempat akan menandatangani VPA tahun 2008. Namun, rencana itu gagal setelah Indonesia mengancam membatalkan VPA karena protes dengan Malaysia yang menampung kayu hasil pembalakan liar di Kalimantan.
Direktur Bina Pengolahan dan Pemasaran Hasil Hutan Kemhut Muhammad Firman menambahkan, pemerintah terus menyosialisasikan perjanjian ini kepada pemangku kepentingan. Produk yang memiliki sertifikat berbasis Sertifikasi Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) akan masuk garis hijau bea dan cukai saat masuk pelabuhan di Eropa saat Regulasi Perkayuan UE berlaku 3 Maret 2013.
Sedikitnya 125 industri pengolahan hasil hutan dan kayu dan 30 unit manajemen pengusahaan hutan alam dan tanaman telah memiliki sertifikat SVLK. Untuk pengusaha kecil dan menengah, pemerintah akan membantu mereka.
”Beberapa industri akan digabung untuk disertifikasi agar biayanya murah. Pasar Eropa penting karena standar mereka kerap menjadi acuan kebijakan negara lain,” ujarnya.
Secara terpisah, Direktur Eksekutif Greenomics Indonesia Elfian Effendi mengatakan, pemerintah memang harus membantu usaha kecil dan menengah soal sertifikasi. Mata rantai sumber bahan baku semakin terbuka dan dapat diakses pasar serta konsumen di Eropa.
Namun, Elfian mengingatkan, negara-negara Eropa juga harus membongkar mafia yang memasok kayu ilegal ke negara itu. Dia mencontohkan, banyak produk kayu bercap ekolabel palsu yang beredar di pasar Eropa. ”Fakta ini sebetulnya memalukan,” ujarnya.