MAKASSAR, KOMPAS
Dalam aksi yang digelar Senin (26/9) di Makassar, sekitar 500 orang gabungan petani di Kabupaten Bulukumba, Kabupaten Takalar, Kabupaten Wajo, Kabupaten Luwu Utara, mahasiswa, serta aktivis yang bergabung dalam Front Perjuangan Rakyat (FPR) menuntut pemerintah menyelesaikan empat sengketa tanah yang besar yang hingga kini belum selesai. Hak guna usaha bermasalah harus dituntaskan.
Hal yang sama disuarakan Forum Rakyat Bersatu Sumut pada aksi kemarin. Mereka meminta pemerintah menyelesaikan kasus-kasus tanah di Sumut, dan mendesak Gubernur Sumut menerbitkan peraturan gubernur dan membentuk tim untuk menyelesaikan konflik agraria di
Saat menggelar aksi di Kantor Badan Pertanahan Nasional dan DPRD Sulsel, Koordinator FPR Zulkarnain Yusuf menyatakan, hingga kini beberapa konflik tanah yang menahun antara lain sengketa tanah antara masyarakat Kajang dan PT Lonsum di Bulukumba, serta sengketa tanah petani di Takalar, Wajo, dan Luwu Utara dan pihak PTPN XIV. ”Akar masalahnya, penafsiran yang berbeda antara kedua belah pihak tentang luasan tanah dan batas,” ujarnya.
Pada 2006, PT Lonsum menyerahkan 271 hektar lahan kepada 253 warga Kajang yang menggugat karena tanahnya diserobot. Namun, perkara belum sepenuhnya selesai karena warga lain juga meminta pengembalian tanah mereka.
Tabang (45), warga Kajang, berharap adanya negosiasi ulang yang memungkinkan tanah keluarganya dikembalikan. Untuk menyelesaikan sengketa tanah di Sulsel, petani juga berharap keterlibatan DPRD secara aktif.
Petani juga berharap BPN Sulsel mau membuka dokumen HGU di wilayah-wilayah yang bersengketa.
Kepala BPN Sulsel Roli Irawan mengatakan, dokumen HGU adalah dokumen negara dan tidak bisa serta-merta diserahkan kepada publik. Namun, BPN siap bergabung dengan tim mediasi jika diperlukan.
Di Medan, dalam aksi yang berlangsung di Kantor DPRD Sumut, Ketua Forum Rakyat Bersatu Sumut Alimuddin menyatakan, sebanyak 875 kasus tanah yang terjadi di Sumut sejak Orde Baru hingga kini belum juga terselesaikan.
Meski ratusan orang meninggal akibat konflik ini, mereka menyatakan belum melihat keseriusan pemerintah dalam menuntaskan konflik agraria. Kasus terakhir adalah konflik antara petani dan PTPN II di Kelurahan Tunggorono, Kecamatan Binjai Timur, Binjai, yang melukai delapan orang.