Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kondisi Domestik Relatif Baik

Kompas.com - 29/09/2011, 03:07 WIB

Jakarta, Kompas - Perkembangan ekonomi dunia akibat krisis utang di kawasan Eropa dan Amerika Serikat menunjukkan tren memburuk. Hal ini menjadi sinyal bagi semua pihak di dalam negeri untuk menyiapkan antisipasi yang jitu meskipun kondisi perekonomian domestik relatif baik.

Dalam keterangan pers di Jakarta, Rabu (28/9), Pelaksana Tugas Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Bambang Brodjonegoro memaparkan sejumlah perkembangan perekonomian global. Semua menunjukkan tren melambatnya pertumbuhan ekonomi global.

Pertumbuhan ekonomi dunia menurun dari perkiraan awal. Pada tahun 2011, perkiraan pertumbuhan ekonomi 4,3 persen direvisi menjadi 4 persen. Tahun 2012, perkiraan pertumbuhan ekonomi 4,5 persen direvisi menjadi 4 persen.

Tren serupa juga terjadi di Asia meski tidak seburuk Eropa dan AS. Arus modal masuk ke negara-negara Asia mulai mengalami pelambatan pada triwulan pertama 2011. Harga komoditas pangan secara umum anjlok.

Sementara itu, kondisi perekonomian domestik, menurut Bambang, relatif terkendali. Inflasi 2011 cenderung rendah. Kinerja rupiah, IHSG, dan yield Surat Utang Negara (SUN) serta global bond kembali membaik.

”Kondisi global terakhir, risiko krisis AS dan Eropa yang pasti masih berlangsung. Dan, kita belum tahu apakah ini nanti akan menjadi depresi ganda atau hanya gejolak ekonomi sementara. Kalau depresi ganda, maka dampaknya pada perekonomian domestik, terutama tahun 2012, akan signifikan,” kata Bambang.

Kepala Riset Citigroup Ferry Wong, dalam Seminar Capital Market and Global Economy Update di Jakarta, menyatakan, ancaman krisis utang Eropa kali ini bagi Indonesia tidak seburuk krisis keuangan global tahun 2008.

Kondisi fundamental perekonomian dalam negeri Indonesia saat ini relatif lebih kuat. Pengalaman menanggulangi krisis 2008 juga menjadi pelajaran.

Pekan ini, menurut Ferry, sepak terjang BI dalam intervensi pasar terlihat lebih besar dan lebih proaktif. Ini berkorelasi positif dengan pasar modal. ”Volatilitas di nilai tukar bisa memancing kekhawatiran orang sehingga pasar saham pasti terpengaruh,” kata Ferry.

Direktur Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter Bank Indonesia Perry Warjiyo menyampaikan, sebenarnya BI masih memiliki mekanisme lain dalam menjaga kestabilan nilai tukar rupiah. Mekanisme itu berupa membuka lelang di dua pasar sekaligus, yakni pasar valas dan surat berharga negara.

”Keuntungan mekanisme ini, dua pasar menjadi satu. Sudah ada aturannya, tapi saat ini dirasa belum perlu dilakukan,” kata Perry di Jakarta, Rabu.

Saat ini, BI menjaga nilai tukar melalui intervensi di pasar valas dengan menjual dollar AS. Langkah lain adalah membeli surat berharga negara (SBN), baik secara bilateral maupun lelang. Langkah tersebut mampu menenangkan pasar.

Rabu kemarin, rupiah ditutup menguat 0,17 persen ke posisi Rp 8.890 per dollar AS. Kemarin, BI membeli SBN secara bilateral senilai Rp 680 miliar. BI juga membuka lelang membeli SBN.

”Dari target Rp 3 triliun, penawaran yang masuk Rp 1,69 triliun. Pemenangnya Rp 601 miliar,” ujar Perry. (las/ben/idr)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pasca Halving Bitcoin, Apa yang Harus Dicermati Investor?

Pasca Halving Bitcoin, Apa yang Harus Dicermati Investor?

Earn Smart
KJRI Cape Town Gelar 'Business Matching' Pengusaha RI dan Afrika Selatan

KJRI Cape Town Gelar "Business Matching" Pengusaha RI dan Afrika Selatan

Whats New
Baru 4 Bulan, Sudah 11 Bank Perekonomian Rakyat yang Tumbang

Baru 4 Bulan, Sudah 11 Bank Perekonomian Rakyat yang Tumbang

Whats New
Maskapai Akui Tak Terdampak Pengurangan Bandara Internasional

Maskapai Akui Tak Terdampak Pengurangan Bandara Internasional

Whats New
Bank BTPN Raup Laba Bersih Rp 544 Miliar per Maret 2024

Bank BTPN Raup Laba Bersih Rp 544 Miliar per Maret 2024

Whats New
Melalui Aplikasi Livin' Merchant, Bank Mandiri Perluas Jangkauan Nasabah UMKM

Melalui Aplikasi Livin' Merchant, Bank Mandiri Perluas Jangkauan Nasabah UMKM

Whats New
Hari Tuna Sedunia, KKP Perluas Jangkauan Pasar Tuna Indonesia

Hari Tuna Sedunia, KKP Perluas Jangkauan Pasar Tuna Indonesia

Whats New
Terima Peta Jalan Aksesi Keanggotaan OECD, Indonesia Siap Tingkatkan Kolaborasi dan Partisipasi Aktif dalam Tatanan Dunia

Terima Peta Jalan Aksesi Keanggotaan OECD, Indonesia Siap Tingkatkan Kolaborasi dan Partisipasi Aktif dalam Tatanan Dunia

Whats New
Pasarkan Produk Pangan dan Furnitur, Kemenperin Gandeng Pengusaha Ritel

Pasarkan Produk Pangan dan Furnitur, Kemenperin Gandeng Pengusaha Ritel

Whats New
Punya Manfaat Ganda, Ini Cara Unit Link Menunjang Masa Depan Gen Z

Punya Manfaat Ganda, Ini Cara Unit Link Menunjang Masa Depan Gen Z

BrandzView
Asosiasi Dukung Pemerintah Cegah Penyalahgunaan Narkoba pada Rokok Elektrik

Asosiasi Dukung Pemerintah Cegah Penyalahgunaan Narkoba pada Rokok Elektrik

Whats New
Impor Bahan Baku Pelumas Tak Lagi Butuh Pertek dari Kemenperin

Impor Bahan Baku Pelumas Tak Lagi Butuh Pertek dari Kemenperin

Whats New
Cara Isi Token Listrik secara Online via PLN Mobile

Cara Isi Token Listrik secara Online via PLN Mobile

Work Smart
Pencabutan Status 17 Bandara Internasional Tak Berdampak ke Industri Penerbangan

Pencabutan Status 17 Bandara Internasional Tak Berdampak ke Industri Penerbangan

Whats New
Emiten Sawit Milik TP Rachmat (TAPG) Bakal Tebar Dividen Rp 1,8 Triliun

Emiten Sawit Milik TP Rachmat (TAPG) Bakal Tebar Dividen Rp 1,8 Triliun

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com