Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tantangan Kita di ASEAN

Kompas.com - 16/11/2011, 02:58 WIB

Terkait dengan masalah ketegangan di Laut China Selatan, Presiden SBY menyatakan, sebagai Ketua ASEAN, salah satu prioritas utama Indonesia adalah membuat kemajuan dalam pembahasan konflik di Laut China Selatan.

Meskipun tak terlibat sebagai salah satu negara yang mengklaim wilayah di perairan itu, Indonesia sebenarnya mempunyai kepentingan yang sangat jelas dalam isu ini. Klaim China atas Kepulauan Spratly dan perairan di sekitarnya juga mengancam keberadaan Kepulauan Natuna yang diklaim Indonesia, yang kaya akan gas.

Di samping itu, Indonesia juga tidak ingin terjadi konflik terbuka di kawasan ASEAN, yang melibatkan kekuatan-kekuatan besar seperti China dan AS.

Dalam kedudukan sebagai Ketua ASEAN, Indonesia tak punya pilihan selain terus menekankan pentingnya semua pihak, termasuk China dan AS, untuk mengimplementasikan Deklarasi Perilaku Para Pihak dalam kaitan dengan sengketa Laut China Selatan (Declaration on the Conduct of Parties in the South China Sea/DOC) 2002 dalam rangka membangun situasi keamanan yang kondusif di kawasan ini.

Tantangan ekonomi

Meski secara regional ada optimisme yang membubung tentang prospek ekonomi ASEAN, bagi Indonesia, manfaat ASEAN secara ekonomi sebenarnya masih dalam tanda tanya besar.

Keberadaan ASEAN sebagai pasar tunggal (single market) dan basis produksi tunggal (single production base) dalam kerangka Komunitas ASEAN 2015 menuntut peningkatan kemampuan bersaing yang terus-menerus.

Laporan Forum Ekonomi Dunia (World Economic Forum) 2011 menunjukkan, daya saing ekonomi Indonesia menurun dari peringkat ke-44 ke peringkat ke-66. Laporan dari International Finance Corporation juga menunjukkan, peringkat kemudahan berbisnis di Indonesia menurun dari urutan ke-126 ke urutan ke-129 (dari 183 negara).

Satu tahun penerapan perdagangan bebas ASEAN-China (ACFTA) ditandai dengan defisit perdagangan Indonesia-China lebih dari 5 miliar dollar AS, dengan perincian ekspor Indonesia ke China sebesar 14,072 miliar dollar AS dan impor dari China sebesar 19,687 miliar dollar AS.

Kasus keputusan perusahaan produsen Blackberry, Research In Motion Company (RIM), untuk membangun pabrik mereka di Malaysia hendaknya menjadi pelajaran berharga bagi Indonesia.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com