JAKARTA, KOMPAS -
Deputi Bidang Ekonomi Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional Prasetijono Widjojo Malang Joedo di Jakarta, Selasa (31/1), menyatakan, ekspor akan turun sebagai konsekuensi efek berantai krisis utang di Eropa. Meski demikian, ia yakin pertumbuhan Indonesia masih bisa di atas 6,6 persen.
Salah satu strategi substitusi penurunan ekspor yang harus dilakukan, menurut Prasetijono, adalah melalui optimalisasi pasar domestik untuk pemasaran produk nasional. Sejauh ini, potensi pasar domestik masih besar.
Menurut Sekretaris Komite Ekonomi Nasional Aviliani, pasar domestik Indonesia masih sangat potensial sampai tahun 2030. Dari faktor kelas menengah dengan karakter permintaan tinggi, pasar Indonesia sangat besar. Berdasarkan data Bank Dunia, kelas menengah Indonesia sebanyak 130 juta jiwa.
Sementara dari sisi usia produktif, ungkap Aviliani, 70 persen penduduk Indonesia termasuk usia produktif. Hal ini merata di semua daerah di Indonesia. Usia produktif dikategorikan mulai 14 tahun hingga 65 tahun. Kelompok ini memiliki kecenderungan berdaya beli tinggi.
”Tingkat konsumsi masyarakat kita juga termasuk tinggi. Ini yang membuat pasar Indonesia lebih potensial dibandingkan China yang jumlah penduduknya lebih besar tetapi lebih irit,” kata Aviliani.
Berkenaan dengan penguatan pasar lokal, Menteri Keuangan Agus Martowardojo menegaskan agar semua pemangku kepentingan berkomitmen untuk tidak mudah mengimpor barang yang bisa diproduksi di dalam negeri. Tujuannya agar barang produksi nasional bisa dipasarkan lebih luas ke pasar domestik.
”Kita juga harus menjaga pasar domestik dari barang selundupan. Kita juga mesti siap bahwa dalam rangka komunitas bersama ASEAN tahun 2015, aliran orang dan barang akan semakin bebas antarnegara,” kata Agus.
Peralihan ke pasar domestik dibenarkan Ketua Asosiasi Industri Permebelan dan Kerajinan Indonesia (Asmindo) Jawa Tengah Anggoro Rahmadipuro. Menurut dia, ekspor mebel dari Jawa Tengah pada 2011 anjlok sebesar 20-30 persen akibat krisis di Eropa.
Nilai ekspor produk unggulan perajin dan industri itu pada 2010 bisa mencapai total 620 juta dollar AS. Sepanjang Januari hingga Oktober 2011, hanya 446 juta dollar AS. Dampak lesunya ekspor itu, kini pengusaha memperluas pasar dalam negeri.
”Sayang sekali pemerintah belum tanggap. Semestinya krisis Eropa bisa ditindaklanjuti dengan membuka pasar domestik lebih luas,” ujarnya.
Wakil Menteri Perdagangan Bayu Krisnamurthi menegaskan, mekanisme pengamanan pasar dalam negeri untuk menampung produk dalam negeri akan terus diperkuat. Tujuannya memastikan industri lokal tidak dirugikan oleh serbuan produk impor sehingga mereka sanggup memenuhi kebutuhan pasar domestik.
Indonesia adalah negara ketiga terbanyak yang menerapkan instrumen pengamanan dalam perdagangan internasional. Berdasarkan data Organisasi Perdagangan Dunia (WTO), selama 1995-2011, ada 30 negara di dunia yang melakukan tindakan pengamanan untuk memproteksi kepentingan nasional dari perdagangan tidak
Dalam periode tersebut terdapat 108 tindakan pengamanan yang diterapkan. India dan Turki merupakan negara yang terbanyak menerapkan, dengan 12 tindakan, Indonesia mengikuti dengan 10 tindakan. Sebagai perbandingan, Cile menerapkan 7 tindakan, sementara Amerika Serikat dan Filipina 6 tindakan.
”Ke depan kita akan meningkatkan dan menguatkan instrumen
Dengan penduduk 240 juta jiwa, pasar domestik Indonesia sangat menggiurkan. Pada 2010, permintaan produk konsumsi dalam negeri Rp 3.400 triliun-Rp 3.500 triliun. Tahun depan, diperkirakan nilai permintaan produk konsumsi ini bertambah Rp 275 triliun.
Terkait dengan diversifikasi pasar ekspor, Menteri Perdagangan Gita Wirjawan mengatakan, Afrika dan Amerika Latin menjadi fokus misi dagang Indonesia sepanjang tahun ini. Kedua wilayah tersebut menjadi pasar potensial selain pasar andalan China dan India.
”Hampir semua negara menerapkan diversifikasi tujuan ekspor. Tidak hanya Indonesia yang masuk ke Afrika dan Amerika Latin, tetapi juga China dan negara agresif lain. Maka, produk yang ditawarkan harus menarik. Di situlah pentingnya diversifikasi produk,” ujarnya.
Neraca perdagangan Indonesia dengan negara-negara di Afrika dan Amerika Latin selama ini masih sangat kecil, jauh di bawah 1 persen dari total produk domestik bruto gabungan antarnegara. Kedua wilayah itu akan diandalkan jika pasar China dan India ikut terimbas krisis.(ENY/LAS/OSA/WHO/RUL/ODY/REN/RIZ/ETA/ARA/EGI)