Dalam tulisannya, ”Integrasi untuk Tumbuh, Inovasi untuk Makmur” (Kompas, 5/2), ia menjelaskan sejumlah agenda Rusia sebagai Ketua APEC 2012.
Bergabungnya Rusia dalam Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) sejak Desember lalu membuat pejabat Moskwa berpartisipasi penuh dalam pembahasan liberalisasi perdagangan dan investasi. Presiden Medvedev menawarkan sejumlah inisiatif baru, termasuk rencana pembangunan koridor transportasi untuk rute perdagangan baru Asia ke Eropa melalui Rusia.
Walau Moskwa terletak di Eropa, secara geografis dua pertiga dataran Rusia berada di Asia. Maka, Rusia juga berhak mengklaim sebagai bagian dari kekuatan Asia. Pilihan Vladivostok, kota besar di timur jauh
Sementara ekonomi Eropa mengalami ketidakpastian dan pertumbuhan di Amerika Serikat bergerak lebih lamban dari harapan, Asia menjadi harapan untuk memulihkan pertumbuhan ekonomi global.
China, India, dan Indonesia membuktikan bahwa jumlah penduduk yang besar justru merupakan pasar andalan saat tujuan ekspor tradisional ke Eropa dan Amerika sedang lesu. Ketiga negara Asia ini mampu mempertahankan pertumbuhan ekonomi karena ditopang oleh konsumsi domestik. Pada gilirannya, pertumbuhan mereka menggerakkan roda ekonomi negara Asia Pasifik lain.
Dukungan penuh Indonesia terhadap Rusia di Asia sangat penting, mengingat Indonesia akan mengambil alih tongkat kepemimpinan APEC tahun 2013. Indonesia harus memikirkan dan mempersiapkan sejumlah agenda untuk menjaga kesinambungan pertumbuhan dan perkembangan ekonomi pasca-Rusia.
Dengan semakin terintegrasinya perekonomian anggota APEC, langkah selanjutnya adalah membangun sebuah komunitas ekonomi agar kerja sama ekonomi di kawasan ini naik ke level berikutnya. Indonesia dapat menggunakan kepemimpinannya di APEC tahun 2013 untuk mencanangkan gagasan Komunitas Ekonomi Asia Pasifik dan membuat sejarah di APEC.
Satu hal yang membedakan APEC dari organisasi antarpemerintah lain, termasuk WTO, adalah tidak ada ikatan pada anggotanya untuk melaksanakan sejumlah kesepakatan. Semua keputusan diambil lewat konsensus dengan semangat ”regionalisme terbuka” sehingga anggota terhindar dari pemaksaan agenda kekuatan eksternal.
Semangat inilah yang dikenal sebagai ”The ASEAN Way”: inklusif dan berdasarkan konsensus, sebuah proses yang tidak asing lagi bagi Indonesia.
Dibutuhkan upaya terobosan dari waktu ke waktu untuk membuat APEC tidak hanya ada, tetapi juga bermanfaat. Sejarah membuktikan, Indonesia beberapa kali mengambil inisiatif penting untuk membuat terobosan.
Pada 1993, di tengah keraguan negara ASEAN lain, Presiden
Tahun berikutnya, sebagai tuan rumah KTT ke-2 APEC di Bogor, Pak Harto menyetujui ditetapkannya 2010 sebagai tenggang waktu liberalisasi perdagangan anggota APEC yang sudah maju dan 2020 untuk anggota APEC negara berkembang. Deklarasi Bogor ini membawa perubahan dramatis yang positif pada ekonomi kawasan.
Didirikan tahun 1989, lembaga ini berhasil menurunkan tarif dan berbagai rintangan yang menghambat arus perdagangan dan investasi. Dampaknya adalah perekonomian anggota lebih efisien dan perdagangan antarmereka tumbuh lebih pesat.
Ke-21 anggota APEC mewakili 40 persen penduduk dunia, hampir 55 persen produk domestik bruto (PDB) dan 44 persen dari perdagangan dunia. Jika gagasan menjadikan APEC sebagai
Gagasan membangun komunitas di Asia Timur atau Asia Pasifik di antaranya muncul dari Kevin Rudd ketika ia menjadi Perdana Menteri Australia dan (mantan) Perdana Menteri Jepang Yukio Hatayama. Gagasan ini sudah dibahas di forum formal, seperti ASEAN+3, East Asian Summit (18 negara), dan APEC (21 negara), ataupun pertemuan-pertemuan informal.
Pembentukan Uni Eropa—terlepas dari masalahnya saat ini— juga diawali dengan kerja sama ekonomi yang kemudian ditingkatkan menjadi komunitas ekonomi Eropa. Melihat ekonomi di Asia Pasifik yang sudah terintegrasi, APEC hanya tinggal satu langkah lagi untuk menjadi komunitas ekonomi.
Namun, jalan menuju komunitas ekonomi Asia Pasifik membutuhkan komitmen anggota APEC untuk meliberalisasi perdagangan dan investasi. Suatu hal yang berat di tengah krisis ekonomi saat ini sehingga banyak negara tergoda untuk memberlakukan proteksi.
Pemerintah juga harus memastikan agar integrasi ekonomi bermanfaat bagi bangsa kita. Perdagangan bebas yang kita inginkan adalah suatu sistem yang adil bagi semua anggota ekonomi APEC, bukan sekadar menguntungkan perusahaan besar. Usaha mikro, kecil, dan menengah merupakan tulang punggung ekonomi Indonesia dan mereka sepatutnya mendapatkan kesempatan untuk berkompetisi.
Indonesia harus memanfaatkan kepemimpinannya di APEC tahun 2013 untuk mengajukan sejumlah agenda penopang kebijakan ekonomi nasional, mulai dari pembangunan infrastruktur hingga interkonektivitas antara pusat kegiatan ekonomi dan pengembangan industri manufaktur untuk mengolah sendiri hasil bumi di Indonesia agar ekspor kita bernilai tambah.