Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Reaksi Keras Rakyat, Akumulasi Kekecewaan pada Pemerintah

Kompas.com - 31/03/2012, 12:34 WIB
Icha Rastika

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Reaksi keras masyarakat menentang rencana kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) dinilai sebagai bentuk akumulasi kekecewaan terhadap kinerja pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Menurut pakar psikologi sosial politik dari Universitas Indonesia, Hamdi Muluk, secara psikologis, rakyat yang marah sejak dulu akan cenderung menganggap kenaikan BBM sebagai biang kerok kesengsaraan yang dialami mereka. Dengan demikian, katanya, tanpa berpikir lebih jauh, masyarakat langsung menolak isu kenaikan BBM tersebut.

"Dalam psikologi rakyat, lebih gampang terima logika, kenaikan BBM korelasi dengan kesengsaraan," kata Hamdi dalam diskusi bertajuk "Belajar dari BBM" yang berlangsung di Jakarta, Sabtu (31/3/2012).

Hal tersebut disampaikan Hamdi menanggapi aksi unjuk rasa menolak kenaikan harga BBM yang berlangsung ricuh di sejumlah daerah. Menurut Hamdi, reaksi masyarakat terhadap kenaikan harga BBM di Indonesia lebih parah dibanding di negara lebih maju.

Hal tersebut karena kenaikan harga BBM di Indonesia belum dibarengi dengan kesejahteraan publik. "Daya beli masyarakat tidak meningkat dan kekecewaan masyarakat terhadap kinerja pemerintah, termasuk DPR," ungkapnya.

Menurutnya, rencana menaikkan harga BBM bukan suatu kebijakan yang menguntungkan dalam jangka panjang selama pemerintah belum memperbaiki infrastruktur yang menunjang.

Pemerintah, katanya, melupakan masalah transportasi publik yang belum memadai, terjangkau, dan tidak menggunakan bahan bakar fosil. "Kalau mau jujur, kita banyak persoalan membakar bensin bersubsidi, dari dulu sampai sekarang. Tapi saya tidak bisa menyalahkan konsumsi ini karena kealpaan kita menyediakan public transportation (transportasi publik) yang bagus, terjangkau, dan bukan dari fosil," katanya.

Apalagi, lanjut Hamdi, rencana kenaikan harga BBM tersebut dimunculkan di tengah kondisi masyarakat yang tidak puas akibat pemerintahnya kerap berfoya-foya atau melakukan korupsi. "Ini akumulasi, secara psikologis rakyat menganggap biang keroknya mungkin BBM," ujar Hamdi.

Hal senada diungkapkan budayawan Benny Soesetyo. Menurutnya, menaikkan harga BBM hanya akan menjadi sia-sia jika tidak diikuti dengan perbaikan infrastruktur dan jika kebijakan tersebut hanya diambil berdasarkan kepentingan politik jangka pendek.

Seperti diketahui, aksi menolak kenaikan harga BBM mewarnai rapat paripurna DPR yang membahas perubahan atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2011 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2012. Perubahan atas UU tersebut memengaruhi harga BBM.

Rapat paripurna yang berlangsung hingga Sabtu (31/3/2012) pukul 01.00 dini hari pada akhirnya menyetujui opsi penambahan ayat 6a dalam Pasal 7 UU No 22 Tahun 2011 tentang APBN 2012 yang memberi kesempatan kepada pemerintah menaikkan harga BBM, tetapi dengan syarat.

Adapun syaratnya, jika harga minyak mentah rata-rata Indonesia dalam kurun waktu berjalan yaitu enam bulan mengalami kenaikan atau penurunan lebih dari 15 persen.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baru 4 Bulan, Sudah 11 Bank Perekonomian Rakyat yang Tumbang

Baru 4 Bulan, Sudah 11 Bank Perekonomian Rakyat yang Tumbang

Whats New
Maskapai Akui Tak Terdampak Pengurangan Bandara Internasional

Maskapai Akui Tak Terdampak Pengurangan Bandara Internasional

Whats New
Bank BTPN Raup Laba Bersih Rp 544 Miliar per Maret 2024

Bank BTPN Raup Laba Bersih Rp 544 Miliar per Maret 2024

Whats New
Melalui Aplikasi Livin' Merchant, Bank Mandiri Perluas Jangkauan Nasabah UMKM

Melalui Aplikasi Livin' Merchant, Bank Mandiri Perluas Jangkauan Nasabah UMKM

Whats New
Hari Tuna Sedunia, KKP Perluas Jangkauan Pasar Tuna Indonesia

Hari Tuna Sedunia, KKP Perluas Jangkauan Pasar Tuna Indonesia

Whats New
Terima Peta Jalan Aksesi Keanggotaan OECD, Indonesia Siap Tingkatkan Kolaborasi dan Partisipasi Aktif dalam Tatanan Dunia

Terima Peta Jalan Aksesi Keanggotaan OECD, Indonesia Siap Tingkatkan Kolaborasi dan Partisipasi Aktif dalam Tatanan Dunia

Whats New
Pasarkan Produk Pangan dan Furnitur, Kemenperin Gandeng Pengusaha Ritel

Pasarkan Produk Pangan dan Furnitur, Kemenperin Gandeng Pengusaha Ritel

Whats New
Punya Manfaat Ganda, Ini Cara Unit Link Menunjang Masa Depan Gen Z

Punya Manfaat Ganda, Ini Cara Unit Link Menunjang Masa Depan Gen Z

BrandzView
Asosiasi Dukung Pemerintah Cegah Penyalahgunaan Narkoba pada Rokok Elektrik

Asosiasi Dukung Pemerintah Cegah Penyalahgunaan Narkoba pada Rokok Elektrik

Whats New
Impor Bahan Baku Pelumas Tak Lagi Butuh Pertek dari Kemenperin

Impor Bahan Baku Pelumas Tak Lagi Butuh Pertek dari Kemenperin

Whats New
Cara Isi Token Listrik secara Online via PLN Mobile

Cara Isi Token Listrik secara Online via PLN Mobile

Work Smart
Pencabutan Status 17 Bandara Internasional Tak Berdampak ke Industri Penerbangan

Pencabutan Status 17 Bandara Internasional Tak Berdampak ke Industri Penerbangan

Whats New
Emiten Sawit Milik TP Rachmat (TAPG) Bakal Tebar Dividen Rp 1,8 Triliun

Emiten Sawit Milik TP Rachmat (TAPG) Bakal Tebar Dividen Rp 1,8 Triliun

Whats New
Adu Kinerja Keuangan Bank BUMN per Kuartal I 2024

Adu Kinerja Keuangan Bank BUMN per Kuartal I 2024

Whats New
Setelah Investasi di Indonesia, Microsoft Umumkan Bakal Buka Pusat Data Baru di Thailand

Setelah Investasi di Indonesia, Microsoft Umumkan Bakal Buka Pusat Data Baru di Thailand

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com