JAKARTA, KOMPAS -
Hal itu disampaikan Menteri Keuangan Agus DW Martowardojo dalam konferensi pers mengenai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2012 di Jakarta, Senin (2/4). Dalam konferensi pers yang dipimpin Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa itu hadir pula Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jero Wacik serta Wakil Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/ Wakil Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Lukita Dinarsyah Tuwo.
Agus menjelaskan, apabila pemerintah tidak menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi—sementara harga jual minyak mentah Indonesia (Indonesia
Berdasarkan Undang-Undang APBN-P 2012 Pasal 7 Ayat (6a), pemerintah dapat menaikkan harga BBM bersubsidi manakala deviasi rata-rata harga jual ICP lebih besar dari 15 persen selama enam bulan terakhir. Skema ini lebih longgar dari asumsi penghitungan besaran subsidi BBM dalam APBN-P yang dihitung menggunakan deviasi rata-rata ICP lebih besar dari 5 persen selama 30 hari terakhir.
Meski demikian, Agus menegaskan, pemerintah memiliki sejumlah cadangan dana seandainya tambahan dana subsidi BBM diperlukan. Cadangan dana itu, antara lain, diperoleh melalui penghematan belanja pemerintah serta cadangan dana nonkementerian dan nonlembaga.
”Yang lain adalah dana kompensasi. Kalau harga BBM tidak dinaikkan, dana kompensasi Rp 30,6 triliun bisa direalokasi. Jadi, sebetulnya itu adalah duit bantalan karena kompensasi tidak akan digunakan kalau harga BBM bersubsidi tidak dinaikkan,” kata Agus.
Ruang terakhir yang dimiliki pemerintah jika potensi pembengkakan subsidi tak lagi bisa dikelola dengan APBN-P yang sudah ada, Agus menambahkan, adalah mengajukan perubahan APBN-P kedua. Hal ini dimungkinkan sebagaimana terjadi pada 2005.
Subsidi energi yang ditetapkan dalam APBN-P 2012 sebesar Rp 225 triliun. Rinciannya, Rp 137,37 triliun untuk subsidi BBM dan elpiji tabung 3 kilogram, Rp 64,97 triliun untuk subsidi listrik, serta Rp 23 triliun untuk cadangan risiko energi.
Kompensasi BBM ditetapkan sebesar Rp 30,6 triliun. Rinciannya, Rp 17,08 triliun untuk bantuan langsung sementara masyarakat dan Rp 7,88 triliun untuk bantuan pembangunan infrastruktur desa. Selain itu, Rp 591,5 miliar untuk tambahan anggaran program Keluarga Harapan dan Rp 5 triliun untuk subsidi angkutan umum.
Dengan demikian, pemerintah memiliki cadangan untuk menutupi pembengkakan subsidi BBM senilai Rp 23 triliun dari cadangan risiko energi dan Rp 30,6 triliun dari dana kompensasi atau total Rp 53,6 triliun. Meski demikian, dana tersebut harus disisihkan sebagian, di antaranya harus dialokasikan untuk menambah subsidi listrik.