Jakarta, Kompas
Demikian hasil Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa BTEL di Jakarta, Kamis (19/4). Aksi korporasi itu bakal dilakukan melalui mekanisme rights issue tanpa memesan efek terlebih dahulu (non-preemtive right issue). Perseroan nantinya akan melepas 10 persen dari total saham BTEL atau sebanyak 2,8 miliar saham dengan harga minimum Rp 265 per unit.
”Kami senang lebih dari 90 persen pemegang saham menyetujui beberapa rencana strategis, seperti yang telah kami sampaikan beberapa pekan lalu,” kata Direktur Utama Bakrie Telecom Anindya Bakrie.
Manajemen BTEL pada 13 Maret 2012 mengumumkan penandatanganan penjualan bersyarat perjanjian jual beli yang berlangsung pada 13 Maret 2012 antara BTEL dengan Sampoerna Strategic dan Polaris, yang bertindak sebagai pemegang saham STI.
Dari perjanjian tersebut, BTEL memperoleh 35 persen saham STI dengan perjanjian bahwa dalam tiga tahun ke depan akan menjadi pemegang saham mayoritas. Sebagai imbalannya, Sampoerna Strategic akan menjadi pemegang saham BTEL.
Anindya yakin, langkah yang diambil perseroan merupakan awal dari serangkaian pencapaian keuangan dan operasional yang penting yang akan diumumkan dalam tempo enam bulan mendatang.
”Seluruh rencana strategis tersebut ditujukan untuk mengembalikan kekuatan perusahaan sebagai penyedia telekomunikasi seluler CDMA terkemuka di Indonesia,” ujar Anindya.
Dana yang dialokasikan untuk membeli saham PT SNI mencapai 25 persen lainnya atau senilai Rp 198 miliar. Selain itu, dana hasil penjualan saham baru tersebut juga akan dialokasikan untuk membayar obligasi perusahaan dengan porsi 25 persen dari total dana hasil rights issue. Dana sisanya akan digunakan perseroan untuk biaya modal.
Secara teknis, keuntungan dari BTEL atas rencana akuisisi tersebut jelas. Frekuensi 6,25 MHz milik STI dalam 450 MHz
Dengan demikian, hal itu dapat meningkatkan pertumbuhan eksponensial perusahaan telah dicapai dengan seri produk Aha.