Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kebijakan Minerba, Gas dan FTA Jadi Perhatian Jepang

Kompas.com - 03/05/2012, 17:07 WIB
Stefanus Osa Triyatna

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Lima belas pengusaha Jepang mempertanyakan tiga persoalan penting yang menyangkut regulasi pemerintah. Ketiga persoalan tersebut adalah implementasi undang-undang mineral dan batubara, khususnya bea keluar mineral, kepastian pasokan gas, dan persetujuan perdagangan bebas (FTA).

Menteri Perindustrian, MS Hidayat, di Jakarta, Kamis (3/5/2012), memerinci kembali persoalan yang mengusik pengusaha Jepang, yang sehari sebelumnya berkunjung ke Kantor Kementerian Perindustrian, Jakarta. Delegasi Jepang yang berjumlah 15 orang dipimpin Director of Forward Policy Study Mission of Liberal Democratic Party (LDP), Taku Yamasaki.

Hidayat mengatakan, delegasi Jepang itu mempertanyakan undang-undang mineral dan batubara (minerba), kelanjutan kepastian pasokan gas ke Jepang untuk pembangkit listriknya, dan FTA.

"UU minerba, saya sebutkan telah disahkan tahun 2009. Pada intinya, akhir tahun 2014 akan ada industrialisasi pemurnian atau smelting mineral," katanya.

Tentang persoalan pasokan gas, Hidayat menyampaikan, Indonesia menghargai kontrak internasional. Tetapi, manakala sudah jatuh tempo dan pasokannya ingin diperpanjang lagi, Indonesia akan memprioritaskan kebutuhan dalam negerinya (domestic market obligation/DMO).

"Ada pertimbangan pemerintah untuk mendahulukan suplai untuk domestik, baru kemudian membicarakan kelanjutan suplai gas untuk diekspor," ujar Hidayat.

Mengenai FTA, Hidayat menuturkan, hasil pertemuan menteri-menteri ASEAN akan meninjau kembali (review ) tentang FTA negara-negara ASEAN dengan Selandia Baru dan sebagainya. Keseimbangan perdagangannya harus mulai dilihat secara transparan. Kalau terjadi ketimpangan, tentu harus diperbaiki. FTA dimaksudkan agar semua negara sama-sama memperoleh keuntungan.

Sejak diberlakukan UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang pertambangan minerba, ekspor minerba selama empat tahun terakhir (2008-2011) meningkat tajam. Bauksit meningkat dari 8 juta ton menjadi 39 juta ton, nikel dari 4 juta ton menjadi 34 juta ton, bijih besi dari 1,5 juta ton menjadi 12,8 juta ton, dan tembaga dari 1,5 juta ton menjadi 13,5 juta ton.

Untuk tambang batubara, Hidayat menyebutkan, pengusaha sudah dikenai royalti sebesar 13,5 persen dan membayar pajak 40 persen. Bagi pengusaha yang masuk dalam kontrak karya, besarannya akan dipertimbangkan untuk disesuaikan.

"Total deposit tambang batubara dunia, Indonesia memang tidak sampai lima persen, tetapi ironisnya ekspor batubara kita terbesar di dunia, ujar Hidayat.

Menurut dia, ada eksplorasi besar-besaran iron ore atau bijih besi yang dilakukan selama 24 jam, untuk dikirim ke China. Di sana, puluhan bahkan ratusan smelter telah menunggu untuk mengolahnya. Ironis sekali, sebab semestinya bisa diolah di Indonesia.   

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com