Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Lawe Berjuang Lestarikan Lurik

Kompas.com - 04/05/2012, 11:36 WIB
Ester Meryana

Penulis

KOMPAS.com - Tidak semua produk budaya bangsa bertahan dan populer di tengah-tengah masyarakat. Salah satu contoh produk budaya yang kian merosot pamornya adalah kain tenun lurik. Kain yang bermotif dasar garis-garis atau kotak-kotak berwarna-warni ini masih ramai dipakai oleh masyarakat Jawa sekitar tahun 1960-1970.

"Sekarang paling hanya untuk upacara tertentu, seperti dipakai para abdi dalam dan sarung mbok jamu," sebut Manajer Unit Bisnis Lawe, Fitria Werdiningsih kepada Kompas.com, di Jakarta, akhir pekan lalu.

Karena kondisi itu, Lawe pun muncul sebagai suatu perhimpunan yang berniat mempopulerkan kembali kain lurik. Lawe berdiri sekitar tahun 2004 di Yogyakarta. Lalu mereka pun mempunyai suatu unit bisnis. Tapi unit bisnisnya bukan sekadar mencari untung karena sebagian hasil usaha digunakan untuk kegiatan sosial perhimpunan. "Kayak batik tapi kalah populer. Mungkin dengan kami ber-campaign membuat lurik jadi populer," sambungnya.

Tidak hanya melestarikan budaya, Lawe pun berusaha memberdayakan para perempuan khususnya ibu rumah tangga. Sebagian pekerja yakni 80 persen adalah kaum hawa. Mereka kebanyakan dipakai sebagai tenaga penjahit untuk produk-produk yang dihasilkannya. Mereka adalah para ibu rumah tangga.

Uniknya, para pekerja ini tidak dikumpulkan di suatu tempat layaknya pekerja pabrik. Para ibu ini mengerjakan produknya di rumah masing-masing. Ini sengaja dilakukan, kata Fitria, supaya perempuan tidak meninggalkan rumah atau keluarganya. "Ini memang tujuannya mother friendly. Bahan kami kirim, selesai diambil, lalu di-finishing. Kalau ada yang kurang atau perlu diperbaiki diantarin lagi," paparnya.

Pembayaran kepada para pekerja biasanya dilakukan saat barang diantar ke tempat workshop Lawe. Misalnya, untuk menjahit 1 tas, pegawainya diberikan upah Rp 10.000, lalu upah itu dikali sejumlah tas yang dibuat. Sudah ada puluhan jenis produk yang dihasilkan Lawe. Produk paling murah yakni pembatas buku dihargai sekitar Rp 7.000 sedangkan paling mahal adalah bed cover yang bisa dibeli dengan harga Rp 1,5 juta.

Fitria menyebutkan, produk Lawe juga menyasar kaum muda. Maka dari itu kain lurik yang digunakan menggunakan warna-warna yang cerah. "Setiap hari kita produksi," sebutnya.

Pemasaran produk lurik ala Lawe pun tidak hanya di daerah sekitar Yogyakarta saja. Produk-produknya sudah sampai ke Jakarta hingga Sumatera. Produk ini bisa ditemui di sejumlah mal besar di Jakarta. Penjualan dilakukan dengan sistem konsinyasi.

Produk lurik Lawe pun sempat merambah Belgia, Australia hingga Jepang. Tapi masih sebatas oleh-oleh yang dibawa oleh sejumlah ekspatriat saat pulang ke tempat asalnya. "Kirim sendiri dalam jumlah besar belum," ucap Fitria. "Ada tawaran untuk ekspor. Tapi ekspor biasanya marjinnya tipis," pungkas dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Emiten Ritel RANC Absen Bagi Dividen, Ini Sebabnya

    Emiten Ritel RANC Absen Bagi Dividen, Ini Sebabnya

    Whats New
    Dukung Ekosistem Urban Terintegrasi, Bank Mandiri Perkuat Kemitraan dengan Lippo Group

    Dukung Ekosistem Urban Terintegrasi, Bank Mandiri Perkuat Kemitraan dengan Lippo Group

    Whats New
    OJK: Proses Merger Bank MNC dan Nobu Masih Lanjut, Saat Ini Tahap 'Cross Ownership'

    OJK: Proses Merger Bank MNC dan Nobu Masih Lanjut, Saat Ini Tahap "Cross Ownership"

    Whats New
    Kondisi Perekonomian Global Membaik, BI Pertahankan Suku Bunga Acuan 6,25 Persen

    Kondisi Perekonomian Global Membaik, BI Pertahankan Suku Bunga Acuan 6,25 Persen

    Whats New
    Indonesia Mampu Menghasilkan Karet Lebih Besar daripada Amerika Serikat

    Indonesia Mampu Menghasilkan Karet Lebih Besar daripada Amerika Serikat

    Whats New
    Citi Indonesia Cetak Laba Bersih Rp 665,9 Miliar pada Kuartal I-2024

    Citi Indonesia Cetak Laba Bersih Rp 665,9 Miliar pada Kuartal I-2024

    Whats New
    Perkebunan Karet Besar di Indonesia Banyak Dijumpai di Mana?

    Perkebunan Karet Besar di Indonesia Banyak Dijumpai di Mana?

    Whats New
    Hampir 10 Juta Gen Z Nganggur, Menyingkap Sisi Gelap Generasi Z

    Hampir 10 Juta Gen Z Nganggur, Menyingkap Sisi Gelap Generasi Z

    Whats New
    Ada Relaksasi Aturan Impor, Menkop Berharap Bisnis UMKM Tidak Terganggu

    Ada Relaksasi Aturan Impor, Menkop Berharap Bisnis UMKM Tidak Terganggu

    Whats New
    Pesawat SQ321 Alami Turbulensi, Ini Kata CEO Singapore Airlines

    Pesawat SQ321 Alami Turbulensi, Ini Kata CEO Singapore Airlines

    Whats New
    10 Daerah Penghasil Karet Terbesar di Indonesia

    10 Daerah Penghasil Karet Terbesar di Indonesia

    Whats New
    5 Dekade Hubungan Indonesia-Korsel, Kerja Sama Industri, Perdagangan, dan Transisi Energi Meningkat

    5 Dekade Hubungan Indonesia-Korsel, Kerja Sama Industri, Perdagangan, dan Transisi Energi Meningkat

    Whats New
    Negara Penghasil Karet Terbesar Ketiga di Dunia adalah Vietnam

    Negara Penghasil Karet Terbesar Ketiga di Dunia adalah Vietnam

    Whats New
    OJK Cabut Izin BPR Bank Jepara Artha di Jawa Tengah

    OJK Cabut Izin BPR Bank Jepara Artha di Jawa Tengah

    Whats New
    Efek Taylor Swift, Maskapai Penerbangan Catat Lonjakan Perjalanan Udara ke Eropa

    Efek Taylor Swift, Maskapai Penerbangan Catat Lonjakan Perjalanan Udara ke Eropa

    Whats New
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com