Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mineral Dikekang, Batubara Melenggang

Kompas.com - 01/06/2012, 03:24 WIB

Bagi penambang mineral, sikap pemerintah yang menekan perusahaan tambang mineral dengan sederet aturan ekspor merupakan kebijakan yang mengusik rasa keadilan karena penambang batubara tetap bebas melenggang ke pasar internasional. Bagaimana bisa adil, penambang mineral hanya untung 1 dollar Amerika Serikat dari setiap ton yang diekspor, sementara pengusaha batubara meraup 10 dollar AS dari setiap ton ekspor.

”Nikel pun begitu. Mereka paling tinggi menyimpan untung 5 dollar AS per ton nikel yang diekspor. Mengapa dibatasi ekspornya,” tutur Andi (22), pemilik PT Ganda Sari, penyedia tongkang pengangkut mineral yang ditambang dari Kepulauan Riau saat ditemui di Kota Tanjung Pinang, Kepulauan Riau, pada pekan kedua Mei.

Anggota Komisi VII DPR, Dewi Ariyani, juga menilai, kebijakan pemerintah itu aneh. Bagaimanapun, batubara adalah sumber energi andalan Indonesia di masa depan sehingga harus dihemat, bukan dibiarkan terus dikuras dan dijual ke pasar internasional.

”Sikap pemerintah yang tidak mengenakan bea keluar atas ekspor batubara itu aneh. Mengapa batubara tidak diutak-atik?” tanya Dewi di Jakarta, awal Mei.

Setelah menunggu dalam tanya cukup lama, akhirnya pemerintah angkat suara pada 23 Mei 2012. Kepala Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan, Bambang PS Brodjonegoro dalam konferensi pers menegaskan, batubara bukannya tidak disentuh oleh pemerintah dalam kebijakan penghematan sumber daya alam. Batubara juga akan diperlakukan sama seperti mineral, tetapi pemerintah masih membutuhkan waktu untuk mengkaji bentuk pengetatan ekspornya.

Batubara tidak bisa dipaksa untuk diolah di dalam negeri menjadi produk bernilai tambah seperti mineral karena belum ada teknologi yang mendukungnya. Selain itu, cadangan tambang mineral jauh lebih sedikit dibanding batubara sehingga mineral didahulukan penertibannya.

Data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral menunjukkan, pada tahun 2011 cadangan batubara Indonesia mencapai 28 miliar ton. Adapun beberapa jenis tambang mineral utama memiliki cadangan yang jauh lebih rendah. Nikel tercatat tinggal 21 juta ton, tembaga hanya 27,2 juta ton, lalu bauksit tinggal 100 juta ton cadangan logamnya, dan logam timah tersisa cadangan 897.000 ton. Jumlah sumber daya setiap mineral memang jauh lebih besar, tetapi tetap di bawah cadangan batubara.

Guru Besar Teknik Pertambangan, Institut Teknologi Bandung, Irwandy Arif menuturkan, batubara memiliki karakteristik teknis berbeda dengan mineral. Dari 18 teknologi peningkatan kalori dan pemanfaatan batubara di dalam dan luar negeri yang telah diidentifikasi sejak tahun 2011, tak satu pun yang siap dipakai di Indonesia.

”Sampai saat ini tidak ada satu pun teknologi yang terbukti secara komersial beroperasi di dunia. Indonesia berpotensi kehilangan pendapatan negara dari Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara dan IUP sebesar 916 juta dollar AS (sekitar Rp 8,8 triliun) atau 34,1 persen dari total pendapatan negara jika pembatasan kalori 5.700 kkal/kg dilakukan,” ujarnya.

Mencari bentuk

Atas dasar itu, Direktur Jenderal Mineral dan Batubara, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Thamrin Sihite di Jakarta, Rabu (23/5), berusaha mencari bentuk peningkatan nilai batubara. Caranya antara lain mencari jalan agar batubara padat dapat dikonversi menjadi zat cair sehingga bisa dijadikan energi baru untuk transportasi. Proyek percobaannya sudah dilakukan di Karawang, Jawa Barat.

Ketua Sumber Daya Alam Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) Singgih Widagdo, di Jakarta, Jumat (25/5), mengingatkan pemerintah bahwa ada kecenderungan pemakaian batubara di dalam negeri terus menurun, sedangkan yang diekspor meningkat.

Angka kewajiban memasok kebutuhan dalam negeri (DMO) batubara—yang seharusnya mencapai 24,72 persen dari total produksi nasional—turun menjadi 17 persen.

Sementara itu, ekspor batubara yang pada awalnya diproyeksikan 260 juta ton pada tahun 2011, malah melonjak menjadi 340 juta ton. Dengan situasi itu, pada tahun 2013, ekspor batubara akan mendekati 500 juta ton.

Ini menyedihkan karena batubara seharusnya diperlakukan sebagai energi. Batubara merupakan satu-satunya sumber daya alam selain minyak yang kandungan karbonnya terbesar sehingga bisa menjadi bahan bakar.

”Rendahnya DMO menyebabkan peran batubara sebagai pendorong ekonomi (melalui pembangkit listrik tenaga uap yang menggerakkan industri) sangat minim. Itu harus menjadi pertimbangan penting kebijakan batubara ke depan,” ujar Singgih.

(OIN/HAR)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com