Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kontroversi Bea Masuk untuk Migas

Kompas.com - 04/06/2012, 02:31 WIB

Eddy Purwanto

Akhirnya terbit keputusan pemerintah tentang pengenaan bea keluar atas ekspor 65 jenis barang tambang logam dan mineral yang berlaku sejak 16 Mei 2012. Tarif rata-ratanya 20 persen.

Keputusan pemerintah tersebut belum memasukkan batubara yang menurut kabar masih digodok. Aturan baru ini diikuti oleh berjatuhannya saham pertambangan hingga 16 persen, tetapi sebagian kalangan usaha percaya bahwa koreksi harga saham sifatnya hanya sementara.

Saat masyarakat pertambangan cemas menunggu terbitnya aturan bea keluar atas batubara, sebagian investor migas mulai berspekulasi jangan-jangan aturan bea keluar ini akan diperluas hingga sektor minyak dan gas bumi yang bisa berpengaruh negatif terhadap harga saham perusahaan minyak internasional yang beroperasi di Indonesia.

Belakangan pemerintah bertambah gamang karena impor minyak dan BBM dari tahun ke tahun cenderung meningkat, bahkan hasil bersih pengelolaan (net-impact) minyak dan gas bumi pada neraca pemerintah APBN-P tahun 2012 sudah defisit Rp 26,7 triliun. Penyebabnya adalah hasil penjualan migas dan penerimaan dari pajak berbasis migas sudah tidak mampu menutup belanja negara di sektor migas, utamanya karena melonjaknya impor minyak dan BBM serta subsidi listrik. Sejak 2012 Indonesia memasuki era baru sebagai net pengimpor bukan hanya minyak, melainkan juga gas bumi.

Defisit neraca migas merangsang pemerintah menempuh jalan pintas: memberlakukan bea keluar atas ekspor minyak dan gas bumi yang berdampak negatif terhadap masa depan industri migas nasional.

Bea keluar migas

Tata niaga dan pengusahaan minyak dan gas bumi di Indonesia diatur dalam kontrak bagi hasil (production sharing contract/PSC) antara kontraktor dan pemerintah. Salah satu keunikan PSC adalah membebaskan kontraktor dari berbagai macam pungutan dan pajak (assume and discharge), kecuali pajak penghasilan kontraktor. Jika digulirkan wacana pengenaan bea keluar atas ekspor minyak dan gas bumi, kontraktor migas di Indonesia akan berlindung di bawah payung ”assume and discharge” untuk tidak membayar pajak ekspor atau bea apa pun di luar ketentuan PSC.

Guna menjaga iklim investasi di sektor migas, sulit bagi pemerintah untuk memaksakan aturan bea keluar yang di luar koridor PSC. Sebagai gantinya, untuk meningkatkan nilai tambah migas dalam APBN, pemerintah sebaiknya menekan impor melalui penguasaan volume migas di dalam negeri.

Sedikitnya ada empat terobosan yang dapat ditempuh untuk mengurangi defisit neraca migas dengan hukum yang tersedia.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com