Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Manajemen Gudang

Kompas.com - 23/06/2012, 02:43 WIB

Perubahan peta produksi beras dan dinamika penduduk menuntut pembenahan manajemen pergudangan Bulog dan pengelolaan stok pangan. Efektivitas pengelolaan stok dan gudang akan berdampak pada kemudahan mobilisasi beras secara nasional, baik pengadaan beras maupun penyalurannya.

Maklum, Bulog sebagai lembaga parastatal di bidang pangan setiap tahun mengelola beras yang tak sedikit. Rata-rata beras yang dikelola Bulog 10 persen dari produksi nasional.

Tahun ini, Bulog diproyeksikan mengelola 4,5 juta ton beras dari pengadaan dalam negeri maupun impor. Setidaknya, kebutuhan beras Bulog untuk raskin 3,2 juta ton. Belum lagi untuk cadangan beras pemerintah. Juga stok nasional.

Beras sebanyak itu disimpan di 1.800 gudang. Tanpa ada manajemen yang baik, jangan harap mobilisasi bisa efektif. Semakin baik manajemen stok dan pergudangan Bulog, akan semakin efisien biaya operasional. Efektivitas biaya operasional tentu akan berdampak positif pada kinerja perusahaan dan kemampuan Bulog mengemban tugas pelayanan sosial (PSO), terutama terkait penyaluran raskin.

Manajemen pergudangan Bulog selama ini cenderung kurang optimal. Misalnya soal lokasi. Tak jarang, gudang Bulog sekarang berada jauh dari sentra produksi beras sehingga bila petani mau menjual beras, petani harus menanggung biaya transportasi yang lumayan mahal.

Tentu ini bukan kesalahan Bulog karena saat itu, gudang Bulog sudah dibangun di tengah sentra produksi. Namun, karena bertambahnya penduduk, gudang Bulog terimpit. Lahan sawah berubah jadi permukiman.

Kondisi ini salah satunya yang bisa menjelaskan mengapa gudang Bulog di satu tempat terkadang tidak bisa terisi penuh. Di sisi lain, inovasi teknologi dan perluasan jaringan irigasi membuat luas areal padi di satu wilayah bertambah sekalipun di tempat lain berkurang, terutama untuk lahan kering.

Kondisi ini berdampak pada membeludaknya kapasitas gudang. Belum lagi perubahan sebaran penduduk miskin. Di Purwakarta, Jawa Barat, gudang beras Bulog dengan kapasitas 3.500 ton diisi 4.500 ton karena tingginya permintaan raskin.

Di Kecamatan Malimping, Lebak, Banten, para petani kesulitan memasok beras ke Bulog karena jarak. Bulog belum punya gudang, padahal sentra produksi beras bermunculan.

Bisnis beras kian ketat. Bulog tidak bisa lagi menjalankan pola-pola lama bertahan dan maju. Pemain-pemain beras baru bermodal besar mulai bermunculan di Karawang.

Dalam kunjungan kerja Direktur Utama Bulog Sutarto Alimoeso dan Kepala Dewan Pengawas Bulog Jusuf pada 20-21 Juni lalu terungkap sejumlah persoalan tentang pengelolaan gudang dan kinerja unit bisnis Bulog.

Di beberapa gudang Bulog, kapasitas gudang belum termanfaatkan maksimal. Dampaknya juga pada unit penggilingan beras Bulog tidak beroperasi rutin. Selain karena kesulitan bahan baku, juga tidak efisien karena harga bahan bakar solar tinggi.

Berbenah tidak semudah membalikkan telapak tangan. Butuh kesungguhan manajemen dan dukungan karyawan. Mereka harus membuktikan Bulog bisa diandalkan.

(HERMAS E PRABOWO)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com