Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pasar Obligasi Terdampak Krisis Zona Euro

Kompas.com - 11/09/2012, 02:55 WIB

Jakarta, Kompas - Pasar surat utang atau obligasi di sejumlah negara di kawasan Asia Timur, termasuk Indonesia, terkena dampak negatif krisis di zona euro. Partisipasi dan kerja sama di kawasan dibutuhkan untuk melawan volatilitas itu.

Hal itu termuat dalam Laporan Asian Bond Market yang dikeluarkan Bank Pembangunan Asia (ADB) di Manila, Filipina, Senin (10/9). Menurut ADB, dampak tekanan dan volatilitas terhadap pasar surat utang di negara-negara di Asia Timur itu nyata dan cenderung signifikan, baik surat utang negara maupun korporasi.

Tiga negara yang paling terdampak adalah China, Indonesia, dan Thailand. Kondisi ini sedikit berbeda dengan dampak serupa yang terjadi pada krisis perekonomian tahun 2008. Saat itu, yang paling terdampak adalah China, Korea Selatan, Malaysia, Filipina, dan Thailand.

”Pasar yang memiliki volatilitas tinggi dapat menghalangi investasi jangka panjang dan mengancam perekonomian dengan naiknya biaya yang harus dikeluarkan pemerintah dan perusahaan dalam mengumpulkan dana,” kata Kepala Kantor ADB untuk Integrasi Ekonomi Regional Iwan J Azis.

Selain itu, menurut Iwan, reaksi pasar yang tidak menentu juga akan merusak tingkat keterprediksian dan efektivitas kebijakan konvensional.

Partisipasi dan kerja sama di kawasan dibutuhkan melawan volatilitas eksternal itu sekaligus memperkuat jaring pengaman finansial regional.

Efek krisis tahun 2008 dan krisis utang di zona euro cukup signifikan dan terus berlanjut. Dampak turunannya tidak saja di pasar obligasi, tetapi juga di pasar keuangan lain, termasuk terhadap nilai tukar mata uang di negara-negara itu.

   Hingga akhir Juni 2012, di tengah ketidakpastian dan volatilitas akibat krisis utang di zona euro, ekspansi masih terjadi di pasar surat utang. Surat utang yang belum dilunasi di Asia Timur mencapai 5,9 triliun dollar AS atau tumbuh 1,9 persen dibandingkan dengan akhir kuartal pertama dan 8,6 persen dibandingkan dengan posisi akhir Juni tahun lalu. Surat utang korporasi yang belum dilunasi mencapai 2 triliun dollar AS, naik 15,2 persen dibandingkan dengan akhir Juni tahun lalu.

Hingga Juni, pasar obligasi di Indonesia tetap tumbuh 3,6 persen, di bawah Thailand (4,1 persen) dan Vietnam (10,5 persen). Meski ketiganya tumbuh tercepat ketimbang kuartal sebelumnya, imbal hasil yang naik merefleksikan ketakpastian global.

Analis obligasi Samuel Asset Management, Herby Mohede, menyatakan, imbal hasil obligasi akan tetap naik jika defisit neraca berjalan terus terjadi. Imbal hasil juga naik merupakan akibat langsung dari pelemahan nilai tukar rupiah.

Level impor dinilai sulit untuk turun karena sebagai konsekuensi logis dari masuknya investasi asing ke dalam negeri. Namun, di bursa saham, Herby melihat pasar modal kita masih tumbuh positif hingga akhir tahun. (BEN)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com