Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kurangi Emisi dengan Integrasi

Kompas.com - 08/10/2012, 02:48 WIB

Jakarta, Kompas - Pelaksanaan program pengurangan emisi melalui pencegahan kerusakan hutan (REDD+) perlu sistem pemantauan, pelaporan, dan verifikasi terintegrasi. Hal ini untuk memastikan semua aspek terkait sehingga penghitungan karbon memiliki dasar ilmiah kuat.

Pembangunan sistem pemantauan, pelaporan, dan verifikasi (MRV) terintegrasi digarap peneliti Indonesia dan Jepang sejak tahun 2008. Hasilnya telah diserahkan kepada Dewan Nasional Perubahan Iklim untuk menjadi bahan rekomendasi penyusunan sistem MRV bagi pelaksanaan REDD+ di Indonesia.

Mitsuru Osaki, peneliti dari Universitas Hokkaido, Jepang, melalui surat elektronik, akhir pekan lalu, mengatakan, sistem MRV integrasi perlu energi dan biaya besar. Pengukurannya menggunakan elemen yang kompleks dan jangka panjang.

Namun, dalam jangka panjang, hal itu lebih efisien. ”Jika Indonesia hendak mengoperasikan REDD+, perlu titik yang sangat banyak untuk survei lapangan. Hal itu tidak mungkin dilakukan di Indonesia yang luas,” katanya.

Osaki menyatakan, sistem MRV terintegrasi bisa dituangkan dalam sistem yang dibangun institusi terkait di Indonesia, misalnya Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional serta Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi. ”Kalau sistem telah terbangun, pengoperasian akan sangat murah,” lanjutnya.

Pada lahan gambut digunakan delapan elemen untuk menghitung stok karbon dan aliran CO2, N2O, dan CH4. Data yang harus dimiliki antara lain pengukuran kondisi batas air dan kandungan tanah, kedalaman gambut, deteksi kubah gambut, ketenggelaman gambut, dan kandungan organik terlarut pada air.

Osaki adalah pemimpin proyek penelitian Indonesia-Jepang yang melibatkan ratusan peneliti kedua negara itu. Penelitian difokuskan seputar kebakaran lahan/hutan dan gambut melalui berbagai pendekatan teknologi dan keilmuan.

Menurut Osaki, tahapan MRV merupakan hal sensitif dan harus dapat dibuktikan secara ilmiah. Pendekatan penelitian harus mencakup area menyeluruh, mulai dari bagian atmosfer, atas tanah, dan bawah tanah.

Hutan gambut, demikian Osaki, merupakan ekosistem kompleks dibandingkan dengan hutan biasa. Penyebabnya, hutan gambut tergantung pada kondisi air serta rentan mengalami kerusakan. Hal ini menjadikan pengelolaan dan rehabilitasi sangat berbeda.

Karena itu, keakuratan sistem MRV jadi salah satu kunci kesuksesan pelaksanaan REDD+. ”Data di lapangan yang digabungkan dengan pengindraan jauh menjadi bahan penting,” ujarnya.

Sedang dibangun

Saat ini, Satuan Tugas Kelembagaan REDD+ sedang membangun lembaga MRV. ”Saya berharap dalam waktu dekat sudah bisa terbangun,” kata Agus Purnomo, Sekretaris Satgas Kelembagaan REDD+, dalam peluncuran bukunya, Menjaga Hutan Kita, beberapa waktu lalu.

Selain kelembagaan MRV, Satgas sedang membangun lembaga pendanaan yang berfungsi sebagai semacam bank. Lembaga pendanaan ini menyalurkan keuangan kepada setiap orang/instansi yang menjaga stok karbon di hutan, gambut, atau lahan.

Untuk masyarakat adat yang akses dan informasinya terbatas, Agus mengimbau agar dijembatani LSM atau perusahaan. ”Intinya, tidak ada orang tidur lalu dibayar. Harus menunjukkan usaha bagaimana menjaga hutan atau lahan gambut tetap utuh, baru dibayar,” ujarnya. (ICH)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com