Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sukses Mukini di Negeri Beton...

Kompas.com - 25/10/2012, 03:20 WIB

”Soal suami sudah tidak saya pikirkan. Saya memikirkan anak saya. Saya ingin balik untuk anak saya. Selama ini pendidikannya terganggu karena tidak ada yang membimbing. Saya tidak ingin anak saya gagal. Kalau nanti anak saya bisa dilepas lagi, mungkin saja saya kembali bekerja di Hongkong ini, dengan mencari majikan baru yang lebih baik,” ujar Lilik yang saat ini menunggu majikan tuanya mengisi pagi hari dengan duduk-duduk menikmati taman yang sangat nyaman di Hongkong tersebut.

Lilik bercerita, selama dua tahun di Hongkong, ia belum menemukan majikan yang ’enak’. Saat ini ia harus tinggal di rumah petak kecil yang dihuni keluarga yang berjumlah tujuh orang. Semuanya diurus oleh Lilik.

”Kamar tidurnya hanya dua sehingga tidurnya bisa di mana saja. Sering saya tidur di depan TV karena saking lelahnya,” ujar perempuan yang mengaku digaji 3.700 dollar Hongkong setiap bulannya.

Dengan gaji tersebut, kadang Lilik minimal bisa menyisihkan 1.000 dollar Hongkong untuk ditabung dan dikirim ke kampung halaman. ”Tapi kalau yang di rumah tidak bisa mengelolanya dan hanya dibuat main-main dengan cewek lain, ya sama saja,” celetuk Lilik mengisahkan suaminya.

Kebutuhan terbesar seorang TKW menurut Lilik adalah biaya untuk telepon. Mulai dari telepon keluarga di Tanah Air atau teman di Hongkong. Saat Minggu atau tanggal merah–saat pembantu mendapat libur resmi di Hongkong, Lilik bercerita minimal 100 dollar Hongkong akan habis hanya untuk makan, biaya telepon, dan kebutuhan lain. Jika gaya hidupnya lebih mewah,

”Kadang kalau hari Minggu dan libur, bagi yang ingin menambah penghasilan, serta berani mengambil risiko, kami bisa kerja part-time pada orang lain. Sehari upahnya bisa 200 dollar Hongkong. Semua saya lakukan untuk bisa mendapat uang lebih banyak,” ujar Lilik.

Tanpa mau lebih jauh mengisahkan betapa sulitnya ia melakoni hari-harinya di Hongkong, Lilik mengatakan tetap enak bekerja di negeri sendiri. Itu sebabnya jika tidak ada yang membuatnya tertarik lagi bekerja di negeri beton tersebut, ia tidak akan kembali lagi.

Ya, hidup memang tidak pernah mudah untuk siapa pun. Namun, Mukini dan Lilik mengajarkan banyak hal bahwa sesulit apa pun, kenyataan harus dihadapi. Karena kalau tidak dihadapi, kita tidak pernah punya kesempatan bertemu ’mutiara’ impian dan kenyataan yang lebih indah.

Jumlah TKI Indonesia di Hongkong tahun ini sekitar 146.000 orang. Jumlah tersebut menjadi tenaga kerja asing terbanyak di Hongkong, disusul Filipina dengan 130.000 orang.

Dari jumlah tersebut, nilai remittance yang dikirim melalui Bank Mandiri Hongkong mencapai Rp 3 miliar–Rp 5 miliar setiap minggu. Hari paling ramai penyetoran uang oleh TKI adalah saat hari libur mereka yaitu Minggu. (Dahlia Irawati)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com