Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sukses Mukini di Negeri Beton...

Kompas.com - 25/10/2012, 03:20 WIB

Dari semua penghasilan itu, Mukini terus mengatur agar penghasilannya tidak habis begitu saja. Ia mengirim uangnya ke kampung halaman untuk dikelola kerabatnya. Di Tulungagung, Mukini dan saudaranya membuka usaha bubut ayam potong dan agen elpiji serta air mineral.

”Saya tidak ingin selamanya digaji. Saya juga ingin merasakan menggaji orang. Inginnya nanti kalau saya kembali ke Indonesia sudah ada kerjaan sehingga tidak susah lagi,” ujar perempuan yang sudah bekerja ke luar negeri sejak tahun 1992. Tahun itu ia bekerja di Singapura. Ia memutuskan bekerja ke luar negeri setelah bercerai dengan suaminya.

Semua kegiatan Mukini tidak hanya bersifat mencari untung. Rumahnya juga diberdayakan menjadi semacam shelter bagi para TKW di Hongkong yang memiliki masalah. ”Rumah saya juga menjadi tempat terapi mereka-mereka yang lesbi. Ada terapi spiritual emosional dan pikiran untuk mengembalikan mereka,” ujar Mukini.

Mukini menyebut rumahnya sebagai Griyo Sehat. Rumah sehat bagi para pekerja Indonesia di Hongkong.

Semua keberhasilan Mukini tidak datang begitu saja. Sejak pertama bekerja di Hongkong, Mukini tidak mengisi hari liburnya hanya dengan berfoya-foya menghibur diri. Ia setiap Minggu justru menjual jilbab dan buku-buku yang diperoleh dari saudaranya di Tanah Air di depan kantor remittance Bank Mandiri di Hongkong.

Lama-lama, oleh pihak Bank Mandiri, Mukini dirangkul. Ia bersama ratusan pekerja lainnya dilatih dalam program ’Mandiri Sahabatku’. Dalam program ini, TKI dibekali ilmu dan dasar-dasar menjadi wirausaha mandiri. Sejak itu, Mukini terus semakin memantapkan langkahnya agar bisa mandiri.

Tidak mudah

Namun memang hidup tidak pernah mudah. Kisah para pejuang devisa ini tidak semuanya seberuntung Mukini. Lilik misalnya, ibu satu anak asal Gondanglegi, Malang, awal bulan ini memutuskan balik ke kampung halamannya setelah bekerja selama 2 tahun di Hongkong.

”Semuanya tidak mudah. Di sini saya bekerja keras, menahan diri sekuatnya dari kondisi yang tidak menyenangkan, sementara yang di rumah tidak bisa diharapkan. Suami malah kecantol cewek lain dan pendidikan anak justru terganggu,” ujar perempuan berusia 38 tahun yang ditemui di Victoria Park, Hongkong, akhir bulan lalu itu.

Lilik bercerita, anaknya tidak naik ke kelas III SMA karena tidak ada yang membimbing. Ia tinggal dengan neneknya yang bisa mengarahkan perilaku anak tersebut. Sementara, ayahnya justru menghambur-hamburkan uang hasil jerih payah Lilik dan justru kini menjalin hubungan dengan perempuan lain.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com