Jakarta, Kompas -
Anggota Komisi III DPR dari Fraksi PDI-P, Eva Kusuma Sundari, mengatakan hal ini saat dihubungi di Jeddah, Arab Saudi, dari Jakarta, Rabu (31/10). Eva mengecam peredaran selebaran mengobral TKI pekerja rumah tangga (PRT) di Malaysia dengan diskon 40 persen.
”Persoalan ini juga berawal dari masalah di dalam negeri. Jumlah pekerja tidak sesuai dengan pasar kerja,” kata Eva.
Indonesia menempatkan sedikitnya 6,5 juta TKI ke luar negeri dengan 2,5 juta orang di antaranya di Malaysia. Malaysia adalah negara tujuan utama TKI yang bekerja sebagai PRT dan buruh perkebunan serta konstruksi.
Di Jakarta, Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia Rusdi Basalamah membantah swasta terlalu berperan dalam proses penempatan TKI. Menurut Rusdi, pemerintah harus memberantas penempatan TKI melanggar prosedur dari daerah seperti Nusa Tenggara Timur, permainan dalam penerbitan paspor, dan konsistensi penempatan prosedural sesuai dengan struktur biaya.
”Justru kami berharap pemerintah menyiapkan calon TKI agar pengusaha fokus mencari lowongan kerja di pasar internasional. Masalahnya, pemerintah siap atau tidak,” ujar Rusdi.
Dari Cirebon, Jawa Barat, Koordinator Forum Warga Buruh Migran Indonesia Cirebon Castra Aji Sarosa mengatakan, keluarga Tursinah Binti Amir (38), TKI asal Desa Hulubanteng, Kecamatan Pabuaran, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, menanti pembayaran klaim asuransi. Tursinah dipulangkan majikan dari Arab Saudi dalam kondisi hamil akhir Juli 2011 karena diperkosa anak majikan.
”Korban hanya menerima uang asuransi Rp 25 juta. Padahal aturan menyebutkan, nilai klaim asuransi TKI korban pemerkosaan Rp 50 juta. Artinya, ada hak TKI dari klaim asuransi itu yang belum dibayarkan oleh PPTKIS,” katanya.